Langsung ke konten utama

Berbaktilah pada orang tuamu walau apapun yang terjadi





Orang tua pada dasarnya mencintai anak-anaknya, menyayangi mereka sepenuh hati, rela berkorban untuk kebaikan sang anak.

Kita sering mendengar anak yang berbuat buruk kepada kedua orang tuanya, oleh karena itu muncul kalimat " satu orang ibu mampu menghidupi sepuluh orang anak, namun sepuluh orang anak belum tentu bisa menghidupi seorang ibu" atau kalimat "orang tuamu merawatmu berharap kau hidup bahagia, sedangkan kau merawat orang tuamu saat tua berharap ia cepat mati". Kedua kalimat itu banyak kita temukan dimedia sosial atau kita dengar diceramah-ceramah yang bertemakan Birrul walidain.



Nah jika ternyata orang tua kita tidak berbuat baik pada kita, tidak memberikan kasih sayangnya, tidak memperdulikan anak-anaknya, apakah kita masih wajib berbuat baik padanya?

Jawabannya pasti wajib, karna apa yang kau lakukan untuk orang tuamu adalah kunci kebahagianmu. Jika kau anak yang berbakti maka kau termasuk calon penghuni surga, apabila durhaka tentunya kau calon penghuni neraka.

Namun pertanyaannya adakah orang tua yang tidak memperdulikan anak-anaknya?

Jelas ada, berkali-kali kita mendengar berita ada orang tua yang rela menjual anaknya, menyiksanya dan membuang mereka. 

Saya (Rail Muma) pernah menemukan orang tua yang menelantarkan anaknya. 

Diantaranya seorang ibu yang tidak memberikan anak-anaknya makan, padahal mereka masih duduk disekolah dasar, keadaan mereka adik beradik sangat menyedihkan, mencari makan sendiri dan akhirnya putus sekolah. Pada suatu waktu seorang anaknya yang sudah remaja pulang dari daerah lain, dia tidak tahan tinggal dikampung maka dia memutuskan untuk merantau, dimasa lebaran dia pulang kampung karna merindukan keluarganya dan pada saat itu ia sakit, baru saja ia sampai dirumah, belum lagi melepaskan penatnya sang ibu berkata "kenapa pulang? Sebaiknya kamu pergi ketempat sifulan mana tau ada kerjaan untukmu"  coba bayangkan bagaimana perasaan anaknya saat itu, keinginan ingin melepas rindu, istirahat dan mengharapkan perhatian dari ibunya karna dia sedang sakit, yang didapat adalah pengusiran secara jelas. 

 Sayapun beberapa kali mendengar dari saudaranya yang lain tentang perbuatan ibunya yang tidak baik pada mereka dan memang seperti itulah yang kami dapati.

Berpindah ke keluarga lainnya, setelah orang tuanya bercerai ia tinggal bersama ibunya sedangkan abangnya tinggal dengan sang ayah. Masih saya ingat bagaimana ibunya memarahinya dulu, ia seorang gadis yang masih belia dipukul dan ditarik-tarik rambutnya oleh ibu kandungnya sendiri. Banyak perbuatan kasar yang ia peroleh dari ibunya itu, sehingga ia memutuskan tinggal bersama neneknya yang mana rumahnya bersebelahan dengan rumah sang ibu.

Pada suatu hari abangnya bertandang kerumah kami, seseorang berkata "ibumu tadi pulang dan sekarang sudah balik" sudah beberapa tahun ibunya tinggal didaerah lain karna ikut suami barunya. Ia menjawab karna sakit hati disebabkan perlakuan ibunya itu "baguslah, untuk apa bertemu dengannya, lebih baik lagi ia tidak pulang".

Seberapapun bencinya mereka pada sang ibu tetap saja ada harapan merasakan kasih sayangnya, saya pernah membaca diprofil Facebook adiknya yang mengatakan "pada suatu hari nanti aku hanya ingin ibuku tau kalau aku sangat mencintainya dan ingin merasakan kasih sayangnya" 

Ya, ia mencintai ibunya namun tidak ada kesempatan untuk mencurahkan cinta itu, yang tinggal hanya harapan, semoga harapannya terkabulkan.

Seorang teman lainnya, Ayahnya tidak menunaikan tanggung jawabnya secara penuh terhadap keluarganya, kebutuhan sehari-hari lebih banyak dipenuhi oleh ibunya namun ibunya tidak mengeluh keculi sesekali saja jika dadanya terasa sesak menghadapi tingkah suaminya.

Saya pernah berkata pada teman tersebut "kau tak kasian pada ibumu, lihat ayahmu dia tidak memenuhi kewajibannya padahal dia mampu, dia mencari uang untuk dirinya sendiri, apa kau tak marah. Uang jajanmu tak ada, sekolahmu terancam, kalau ayahku sangat peduli padaku dan kau lihat sendiri. Kenapa tak kau racuni saja ayahmu itu?"  Teman saya ini memang sering mengeluhkan sikap ayahnya pada saya dan tentunya ada rasa benci dihatinya, tapi jawabannya berbeda dari perkiraan saya. "Ah, kamu ini ada-ada saja. Dia itu ayahku, aku harus berbuat baik padanya, mudah-mudahan suatu hari nanti dia bisa berubah"

Dari tiga keluarga yang saya ceritakan diatas, keluarga pertama dan kedua  tentang seorang ibu yang tidak berbuat baik pada anak-anaknya dan sampai saat ini setahu saya masih seperti itulah keadaan mereka, sedangkan yang ketiga adalah seorang ayah yang tidak memenuhi kewajibannya, namun ia telah berubah, sekarang ia sudah memberikan perhatian pada keluarganya dan memenuhi kewajibannya semampunya sebagai kepala keluarga.

Kenapa si Ayah bisa berubah? Yang pertama pastinya karna kehendak Allah taala, mungkin yang kedua kesabaran anaknya tadi yang selalu mendoakannya.



Intinya apapun itu, tetaplah berbakti kepada orang tuamu, jangan benci mereka seberapapun buruknya perbuatan mereka terhadapmu, ambil sikap dan keputusan yang bijak disaat mereka tidak memperlakukanmu sebagaimana mestinya, ingat salah satu pintu surga ada pada mereka.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajib Diketahui Oleh Pecinta Sepak Bola...

Ada apa dengan kostum sepak bola? Sepak bola merupakan olah raga yang paling banyak penggemarnya, setiap penggemar memiliki klub dan pemain faforit. Terkadang semua aksesoris yang bertuliskan nama dan gambar klub atau pemain idolapun menjadi koleksi wajib bagi para pecinta sepak bola. Nah, bagaimana bila kita sebagai seorang muslim menjadi penggemar klub  atau pemain yang kafir kemudian membeli pernak-pernik yang berkaitan dengan mereka terutama kostum yang mengandung unsur atau lambang agama dan keyakinan mereka seperti lambang salib dan setan merah? Jika kita perhatikan terdapat beberapa kostum tim sepak bola yang mengandung unsur salib seperti Barcelona, AC Milan, Timnas Brazil, Timnas Portugal, Intermilan, sedangkan lambang setan terdapat pada  MU.  Meskipun begitu masih banyak kaum muslimin yang tidak memperdulikan hal ini khususnya Indonesia. Berbeda dengan dua Negara bagian Malaysia beberapa tahun yang lalu telah melarang hal ini. Dewan Keagamaan Johor d

Mengisi Ramadan dengan nasyid

  Dalam KBBI nasyid diartikan sebagai lagu yang mengandung unsur keislaman, sedangkan dalam kamus “ Lisanul Arab ” nasyid artinya menyanyikan syair. Dari dua pengertian ini dapat kita pahami bahwa nasyid adalah lagu atau nyanyian. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Hakim hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya bahwa nasyid yang sekarang itu adalah nyanyian, bukan seperti yang dibaca oleh para sahabat saat menggali parit atau saat perang, yang mereka baca adalah syair.     Kita sama-sama tahu bahwa membaca syair oleh orang arab memiliki cara tersendiri, jika dicari persamaannya di Indonesia maka membaca syair serupa dengan membaca pantun atau puisi. Apakah membaca puisi atau pantun sama dengan cara menyanyikan nasyid atau kasidah itu? Jawabnya jelas tidak sama. Lalu apa hukum menyanyikan nasyid? Syaikh Shaleh Al Fauzan hafizhahullah dalam sebuah video tanya jawab menyebutkan “kami tidak menemukan pensyariatannya, jika nasyid tersebut tidak disandarkan

Kita pasti berpisah, semoga esok kembali berkumpul

Dalam menjalani kehidupan ini terkadang kita harus pergi, pergi jauh dari kampung halaman. Banyak tujuan yang kita bawa, ada yang menuntut ilmu, ada yang mencari nafkah dan tujuan lainnya. Walau apapun tujuannya, ke manapun perginya, pasti ia merindui kampung halamannya, pasti ia merindukan orang-orang yang disayangi, ingin kembali berkumpul dengan keluarga, sebab di sana ada kebahagiaan. Keindahan dan kedamaian itu ada di kampung halaman, ketika hati gelisah maka pulanglah, ada orang tua di sana, ada sanak saudara, ada sawah yang berjenjang dilengkapi burung-burung yang berbondong, ada sungai  beserta suara gemerciknya dan bebukitan dengan pohong-pohon yang menghijau. Indah dan damai.   Kita pasti kembali   Ibnu Umar  rhadiyallahu anhuma   berkata bahwa Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam   bersabda :   كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاء