Dua bulan yang lalu salah seorang penduduk
kampung kami nekad mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun, ia meninggal
dalam perjalanan ke rumah sakit, ini adalah kasus bunuh diri pertama sejak
kampung kami berpenghuni.
Masih banyak kasus lain dari kisah
orang-orang yang putus asa dari rahmat dan kasih sayang Allah taala, mereka
mengira Allah taala mengabaikan dan membiarkan mereka dalam kesengsaraan, serta
menyangka azab dunia ini sangatlah berat, padahal azab akhirat jauh lebih pedih.
Untuk dirimu yang merasa dunia ini sempit,
jiwa yang gersang mengharapkan setetes air penghidupan, hati yang patah
terluka, bagi dirimu yang hidup dalam kesusahan, melarat dalam kemiskinan,
lihatlah petunjuk nabawi bagaimana menyikapi hiruk pikuk cobaan hidup di dunia
ini.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda "Jika salah seorang di antara kalian melihat
orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (al khalq), maka lihatlah kepada
orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Hajar mengatakan “Yang dimaksud dengan
al khalq adalah bentuk tubuh. Juga termasuk di dalamnya adalah anak-anak,
pengikut dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kenikmatan duniawi.” ( Ibn
Hajar / Fathul Bari :Xl/32)
Mengapa kita harus melihat orang-orang yang
berada dibawah kita?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda “lihatlah orang yang berada di bawahmu dalam masalah harta dan
kenikmatan dunia dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu.
Karna hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah Untukmu.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Memang benar, kalaulah kita melihat
kebawah, tentulah akan lahir rasa syukur terhadap apa yang kita miliki, merasa
lebih beruntung dari orang lain.
Untuk memberikan bukti nyata dari semua
ini, mari kita petik hikmah dalam kisah-kisah berikut ini :
Pertama, Kisah seorang tanpa kaki,tangan
dan mata
Nama lengkapnya Abdullah bin Zaid al Jarmi
dan wafat tahun 104 Hijriah.
Abdullah bin Muhammad mengatakan : Aku
keluar menuju tepi pantai untuk memantau kawasan pantai (dari kedatangan
musuh). Tatkala tiba di tepi pantai, tiba-tiba aku telah berada di sebuah
dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai). Di dataran tersebut ada sebuah
kemah, yang di dalamnya terdapat seseorang yang telah buntung kedua tangan dan
kedua kakinya. Pendengarannya telah lemah dan matanya telah rabun. Tidak satu
anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya, kecuali lisannya. Orang itu
berkata “Ya, Allah. Tunjukilah aku agar
aku bisa memuji-Mu, sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas
kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan Engkau
sungguh telah melebihkan aku di atas kebanyakan makhluk yang telah Engkau
ciptakan.”
Akupun mendatanginya, lalu mengucapkan
salam kepadanya. Kukatakan kepadanya” Nikmat manakah yang telah Allah
anugerahkan kepadamu, sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut?
Kelebihan apakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu, sehingga engkau
menysukurinya?”
Orang itu menjawab “Tidakkah engkau
melihat yang telah dilakukan Rabbku kepadaku? Demi Allah, seandainya Ia
mengirim halilintar kepadaku sehingga membakar tubuhku, atau memerintahkan
gunung-gunung untuk menindihku sehingga menghancurkan tubuhku, atau
memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk
menelan tubuhku, maka tidaklah semua itu, kecuali semakin membuat aku bersyukur
kepada-Nya, karena Ia telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidahku ini
(Ibn Hibban / Kitab As tsiqat)
Nikmat lisan yang digunakan untuk
berzikir bagi Beliau adalah kenikmatan yang sangat besar, biarlah tidak ada
tangan dan kaki, biarlah tidak memiliki mata dan pendengaran asalkan memiliki
akal sehat dan kesempatan beribadah untuk Allah taala. Abu Qilabah memiliki seorang
anak laki-laki yang selalu merawat dan menyediakan kebutuhannya, anak itu
meninggal dimakan serigala dan Abu Qilabah meninggal setelah mendengar kematian
anaknya.
Kedua, lelaki tua yang kehilangan seluruh
keluarganya secara bersamaan
Dikisahkan bahwa seorang lelaki yang
berumur diatas enam puluh tahun harus merelakan seluruh kelurganya yang terdiri
dari istri, anak dan menantu serta cucu-cucunya meninggal dunia dalam satu
waktu. Lelaki itu bernama Abu Abdurrahman.
Saat itu salah seorang kerabatnya yang
berada diluar kota melaksanakan resepsi
pernikahan, maka seluruh keluarganya yang berjumlah sebelas orang pergi dengan
sebuah mobil, dalam perjalanan mobil mereka kecelakaan dan seluruhnya meninggal
dunia.
Dr. Muhammad Al Arifi menyatakan “saat kami
datang ke rumah Abu Abdurrahman, kami melihat ia seolah termasuk diantara para
pelayat yang datang untuk menghibur tuan rumah yang sedang berduka” (Dr.
Muhammad Al Arifi/ Istamti’ bihayatika)
Ketiga, Si buntung
Beberapa kali membaca kisah hikmah tentang
seorang yang miskin, sampai-sampai ia tidak memiliki alas kaki untuk berjalan.
Ia meratapi kerasnya hidup, terjalnya jalan dalam panasnya terik matahari.
Iapun memasuki masjid, dalam masjid ia melihat seorang yang tidak memiliki
kaki, secara spontan ia berucap “alhamdulillah atas nikmat yang Allah berikan
untukku, aku hidup tanpa alas kaki, sedangkan orang ini hidup tanpa kaki” (sumber tidak dapat kami sebutkan karna
keterbatasan ingatan, jika riwayatnya benar maka inilah seharusnya, jika tidak
setidaknya maknanya benar dan dapat diambil hikmahnya)
Rasanya sudah bisa kita menelusuri satu
persatu susah duka kita untuk membandingkan dengan ketiga kisah diatas, adakah
panca indra kita seperti panca indranya Abu Qilabah, pernahkah kita kehilangan
seluruh anggota keluarga seperti apa yang dialami Abu Abdirrahman, sedang kisah
si buntung pantas kita ikuti, bahkan ketiganya.
Lihatlah orang yang lebih rendah
darimu, agar kau merasa beruntung
Komentar
Posting Komentar