Ada dua tipe manusia yang mesti sadar dalam mengelola cintanya, terkhusus
dalam mengumbar kemesraan di depan umum, pertama ABG tua dan kedua Alim
tidak bermuruah.
Lihatlah betapa beraninya mereka berbuat, aneh tapi ada.
Apakah mereka menyangka bahwa usia mereka seperti dulu? Atau hati mereka telah
membatu, sehingga tiada sedikitpun rasa malu.
Putihnya rambut, berkerutnya kulit tidak
menghalangi mereka bermain kucing-kucingan, tidak menghiraukan mata yang
memandang dengan penuh rasa geli pada mereka.
Memang tidak ada yang salah ketika suami istri bermesraan, tapi disaat umur
sudah di ujung senja masihkah pantas memperlihat rayuan dan kata-kata lembut
diantara mereka di depan umum?
Seharusnya ia lebih banyak mengingat firman Allah –taala- “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
Mempersiapkan diri untuk menghadap Rabbul alamin, menyiapkan bekal menuju
akhirat, memang ajal setiap manusia tidak ada yang tahu, tapi penyebab kematian
orang tua jauh lebih banyak dari anak muda.
Sudah banyak tanda-tanda melekat pada diri mereka, diantaranya rambut yang
memutih, turunnya kekuatan tubuh, ingatan yang melemah, banyaknya sakit yang
diderita serta umur yang sudah lanjut. Tidakkah mereka sadar kalau mereka
berada di ambang kematian?
Disisi lain ada pula sekelompok orang yang hilang rasa, mereka adalah
seorang alim yang melunturkan muruahnya di hadapan orang ramai. Mereka adalah
orang-orang yang mengklaim diri mereka para penuntut ilmu, menyandarkan diri
mereka pada sebutan asatizah atau ustazat tapi ulah mereka tak beda jauh dari
orang awam dalam menzhahirkan rasa malu.
Memang apa yang mereka lakukan tak serupa dengan kebanyakan orang, tapi setiap
orang dihukumi berdasarkan kadar keilmuannya, misalnya saja orang awam yang
bernyanyi dianggap biasa, tapi kalau orang yang disandarkan kepadanya sebutan
penuntut ilmu atau ustadz akan tercela jika ia bernyanyi, terlebih di depan
khalayak ramai. Hal ini serupa ketika orang biasa salat pakai kaos oblong,
masyarakat menganggapnya biasa saja. Tapi jika itu dilakukan seorang pelajar agama
atau ustadz, tentu harga dirinya tercoreng dalam pandangan kita semua.
Mereka merusak muruah mereka baik di dunia nyata maupun dunia maya, di
dunia nyata mereka bersenda gurau dengan kata-kata romantis dan menebar
sentuhan manja, padahal banyak mata yang memandang, bahkan adapula yang berbagi
kemesraan dengan orang lain dengan berbagi senyum terhadap lawan jenis ajnaby,
berbincang dengan sangat akrab, tertawa
besama dan berbagi suka cita, padahal ia tahu hanya pasangannyalah yang pantas
mendapatkan senyum dan kemesraan itu.
Seperti apakah lecemburuan para salaf? Sa’ad bin
‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata dalam mengungkapkan kecemburuan
terhadap istrinya “Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama istriku niscaya
aku akan memukul laki-laki itu dengan pedang ” Mendengar penuturan
Sa‘ad yang sedemikian itu, tidaklah membuat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
mencelanya, bahkan beliau bersabda: “Apakah kalian merasa heran dengan
cemburunya Sa`ad? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa`ad dan Allah lebih
cemburu daripadaku.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Kecemburuan terhadap istri termasuk tiang keberhasilan rumah tangga, bahkan
ia sebab masuk surga, karna telah
dinyatakan "Tiga gologan yang tidak akan masuk
syurga dan Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat, orang yang durhaka
kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dan dayuts.” (HR. Nasa’i, Hakim dan Ahmad). Diantara makna dayuts adalah orang
yang tidak cemburu terhadap istrinya.
Di media sosial mereka menyebarkan kalimat indah, memposkan untaian kata
penuh dengan kemesraan. Seperti “terima kasih suamiku sayang” apakah semua orang harus tahu kalau ia
berterimakasih pada suaminya. Atau “ dik, kamu semakin cantik dan aku semakin
cinta” untuk apa pamer kecantikan istri kepada dunia?
Atau memperlihatkan foto mereka berpegangan tangan, berpelukan walaupun
dari belakang, bergandengan tangan meskipun pakai cadar.
Kalaulah orang beragama seperti itu, apalah lagi orang awam!
Bahkan sebenarnya tidak layak bagi setiap muslim memperlihatkan
keromantisannya dengan pasangan di depan umum, karna keromantisan dan kemesraan
itu adalah komsumsi mereka berdua saja, karna itu milik mereka dan yang lain
tidak boleh menikmatinya. Memang terkadang orang yang dimabuk asmara lupa
dengan keadaan dan lupa usia.
Komentar
Posting Komentar