Banyak orang bertanya-tanya, apakah jatuh cinta adalah pilihan atau sudah ditetapakan oleh Sang Pencipta Cinta itu sendiri. Apakah mencintai seseorang atas keinginan kita, ataukah cinta itu datang dan pergi sekehendaknya?
Ibn Al Qayyim berkata “Pada dasarnya manusia ditakdirkan mempunyai pasangan dan jauh sebelum dia menyadarinya bahwa ia telah mempunyai pasangan dalam hidupnya kelak nanti, Allah sudah menentukan jodohnya. Cinta antara pria dan wanita merupakan suatu perasaan saling membutuhkan antara lawan jenis yang di ciptakan oleh Allah Ta’ala.
Disni kami paparkan pendapat ulama tentang hal ini, semoga bermanfaat
Ibn Hazm dalam awal bab kitabnya “Tauqul Hamamah” mengatakan "cinta berasal dari hati, sedangkan hati berada ditangan Allah taala". Dapat dipahami
bahwa cinta datang dan pergi atas kehendak Allah. Allah lah yang membolak balikkan hati manusia, Allah akan membuat kita mencintai seseorang dan Allah pulalah yang membuat kita berpaling darinya.
Sedangkan Ibnu Al Qayyim dalam kitabnya Rhaudhatul Muhibbin di bab “fil al
mahabbah a hiya ikhtiyary am ithirary” apakah cinta itu pilihan atau ketentuan
yang sudah tertulis? kemudian beliau menukil sebagian pendapat salaf yang menafsirkan ayat, “Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya.” (QS. Al-Baqarah : 286) Bahwa yang dimaksud beban yang tidak
sanggup dipikul dalam ayat tersebut adalah al-‘Isyqu (cinta yang mendalam). Hal ini
tidak mereka maksudkan sebagai kekhususan, tetapi yang mereka maksud adalah sebagai contoh.
Karena pada kenyataannya, cinta itu tidak akan sanggup untuk dipikul.
Karna cinta masuk kehati tanpa keinginan pemiliknya, bisa saja
kita mencintai orang yang tidak mencintai kita, atau mencintai orang yang tidak
pantas untuk dicintai hingga jiwa kita tidak mampu menanggung beratnya cinta
yang tersimpan dirongga dada ini. kenapa? karna kita tidak dibolehkan syariat untuk mencurahakan cinta itu, kita mau tidak mau harus menahan dan berusaha untuk menghilangaknnya, dan ini sangatlah berat.
Namun Beliau mengakhiri Bab ini
dengan menjelaskan bahwa jatuh cinta bukanlah sebuah kesalahan dan bukan pula
pilihan, namun melakukan sebab untuk jatuh cinta merupakan pilihan. seandainya
si fulan mencintai falanah. kanapa ia bisa mencintai gadis itu? jika ia
mencintainya karan sering melepaskan pandangan padanya, berusaha mencari tau
tentangnya, sering berduaan dengan wanita asing, bersenda gurau dengan lelaki yang bukan mahram dan sebagainya maka ini merupakan sebab yang tercela. Namun jika, si
Zaid mencintai Salma karna terlihat tanpa sengaja, atau karna Salma mantan
Istrinya sehingga selama kebersamaannya tumbuh rasa cinta dan cinta itu tetap
bertahan dihatinya walaupun mereka telah berpisah maka hal ini tidaklah
tercela. jika suami mencintai istri ataupun sebaliknya maka ini tidak masalah.
Analogi Ibnu
Qayyim adalah seperti keadaan mabuk minuman keras. Ketika kita meminum minuman
keras maka menjadi mabuk bukan sebuah pilihan. Kita tak bisa lantas memilih
menjadi mabuk atau tidak, bila telah meminum minuman keras.
Tapi kita bisa
memilih untuk tidak meminum atau meminum minuman keras. Maka dalam perkaras
rasa, bila pandangan tak bisa kita jaga dengan baik, kita umbar pandangan
menuruti hawa nafsu, maka jelas rasa akan muncul dengan sangat cepat tanpa bisa
dikendalikan. “Tidak dapat kita sangkal bahwa mengumbar pandangan dan
terlena dengan pikiran sama kedudukannya dengan orang mabuk karena minum arak.
Yaitu dicela karena sebab yang diperbuatnya. Apabila cinta tersebut ada karena
sebab yang tidak dicela maka tentu cinta itu tidak akan dicela.”
Dapat kita katakan bahwa benih-benih cinta serta sebab pemicunya merupakan hal yang bersifat ikhtiyari (pilihan) yang keberadaannya di bawah kewajiban yang dibebankan. Pandangan, pikiran dan kehendak untuk mencintai adalah urusan yang bersifat ikhtiyari. Dan apabila ada sebab, maka hal yang terjadi kemudian adalah sesuatu yang tidak ikhtiyari lagi.
Dapat kita katakan bahwa benih-benih cinta serta sebab pemicunya merupakan hal yang bersifat ikhtiyari (pilihan) yang keberadaannya di bawah kewajiban yang dibebankan. Pandangan, pikiran dan kehendak untuk mencintai adalah urusan yang bersifat ikhtiyari. Dan apabila ada sebab, maka hal yang terjadi kemudian adalah sesuatu yang tidak ikhtiyari lagi.
seperti disebutkan
dalam untaian sya’ir :
Ia larut dalam gelombang cinta yang membara
Dan ketika cintanya surut, ia tak lagi berdaya
Gelombang ombak ia tak sangka sebagai riak
Saat menggulung, ia tenggelam berteriak
Dia berharap dosanya tersisir
Namun dia tak sanggup lagi untuk berpikir"
Beliau dengan
sangat cerdas memberikan nasihat bahwa perkara rasa, apakah sekedar suka, cinta
atau sayang, memang bukan sebuah pilihan. Perasaan muncul atas kehendak AllahTa’ala karena
Dia yang membolak-balikan hati manusia. Tapi semua perasaan itu bisa datang
dengan cara yang tercela atau terpuji, bisa datang bertubi-tubi atau seimbang,
sungguh kita yang bisa menentukan. Karena perasaan adalah sebuah hasil yang
diawali oleh pandangan!
Ibn Hazm mengakhiri kitabnya Thauqul Hamamah dengan bab menjaga kesucian
diri, inti dari apa yang beliau sampaikan adalah cinta yang benar adalah
mencintai Allah dan Rasulnya kemudian mencintai seseorang karana Allah dan
Rasulnya. Hendaklah kita menjaga diri dari maksiat karna cinta, seharusnya
cinta yang kita miliki mendekatkan diri kita kepada Allah taala.
Betapa banyak kita melihat orang baik menjadi jahat karna cinta, orang cerdas menjadi bodoh, orang mulia jadi hina, orang taat menjadi bejat karna cinta telah membutakan hati dan pikirannya. Sungguh betapa bijaknya Ibn Hazm dalam memilih bab untuk kitabnya tersebut, ia mengarahkan setiap orang yang membacanya agar menjadikan cintanya sebagai ladang ibadah bukan kubangan maksiat. Oleh karena itu bijaklah dalam menyikapi cintamu.
Betapa banyak kita melihat orang baik menjadi jahat karna cinta, orang cerdas menjadi bodoh, orang mulia jadi hina, orang taat menjadi bejat karna cinta telah membutakan hati dan pikirannya. Sungguh betapa bijaknya Ibn Hazm dalam memilih bab untuk kitabnya tersebut, ia mengarahkan setiap orang yang membacanya agar menjadikan cintanya sebagai ladang ibadah bukan kubangan maksiat. Oleh karena itu bijaklah dalam menyikapi cintamu.
Kenapa kita mencinta dan apa
alasannya?
Ibnu Al Qayyim mengatakan “ Cinta tidak
tumbuh karena alasan keindahan dan keelokan, sehingga jika ada keindahan dan
keelokan tiada pula cinta. Tetapi cinta adalah kesucian jiwa dan kecocokan
tabiatnya.”
“Cinta itu
mensucikan akal, menghilangkan kekhawatiran, memunculkan
keberanian, mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga
akhlak mulia, membangkitkan semangat, memperhatikan pergaulan yang baik, serta
menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang
yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah.”
ya, seperti itulah seharusnya cinta seorang mukmin dan ia harus benar-benar yakin bahwa cintanya merupakan ujian dari Rabbul alamin.
Banyak orang
beranggapan cinta antara lawan jenis itu sesuatu yang indah dan selalu menjadi
impian seseorang. Namun tidak sedikit di dalam masyarakat yang tersakiti
hatinya karena cinta, kadang cinta dapat menyakiti hati dan mengecewakan hati
karena anggapan mereka tentang cinta kadang tak sesuai dengan kenyataan.
Namun dari
banyak anggapan dan penilaian serta pandangan – pandangan seseorang terhadap
cinta, cinta itu merupakan sebuah anugerah yang diberikan Allah Ta’ala pada
ciptaaan-Nya.”
Kesimpulan dari tulisan ini adalah jatuh cinta bukanlah pilihan namun sebab jatuh cinta adalah pilihan kita, dan menyikapi cinta sangatlah penting, jangan sampai cinta menyebabkan kita terjerumus kelembah nereka akan tetapi jadikanlah ia sebagai salah satu kunci pintu surga. Semoga kita meraih cinta yang diridhai Allah dan saling mencintai karna-Nya sehingga kita sama-sama masuk surganya Allah karna cinta yang penuh berkah, amin ya rabbal alamin.
Kesimpulan dari tulisan ini adalah jatuh cinta bukanlah pilihan namun sebab jatuh cinta adalah pilihan kita, dan menyikapi cinta sangatlah penting, jangan sampai cinta menyebabkan kita terjerumus kelembah nereka akan tetapi jadikanlah ia sebagai salah satu kunci pintu surga. Semoga kita meraih cinta yang diridhai Allah dan saling mencintai karna-Nya sehingga kita sama-sama masuk surganya Allah karna cinta yang penuh berkah, amin ya rabbal alamin.
Untuk lebih mengetahui tentang cinta silahkan baca karya:
Imam Muhammad bin Daud Azh-Zhahiri (296 H) yang mengarang
buku tentang tema tersebut dengan judul “Az-Zahrah”.
Muhammad bin
Ja’far Al-Kharaithi (327 H) dengan “I’tilal Al-Qalb”
Imam ibnu Hazm dengan “Thauq Al-Hamamah”
Imam Ibnu Jauzi
dengan “Dzammul Hawa”
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (756 H) dengan “Raudhatul
Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqin”
Imam Mukhallati
Ibnu Qalij (762 H) dengan “Al-Wadhih Al-Mubin fi Dzikri man Isytasyhada minal
Muhibbin”
Imam Mara’i bin
Yusuf (1033 H) dengan “Muniatul Muhibbin wa Bughyatul ‘Asyiqin”.
Baca juga :
https://aisyafra.wordpress.com/
Komentar
Posting Komentar