Bagaimana pandangan
Syariat tentang hukum membaca Alquran dan masuk masjid bagi Wanita Haid?
Membaca Alquran
Wanita yang
haidh boleh untuk berdzikir kepada Allah dan membaca al-Qur’an, karena tidak
ada dalil yang shahih dan sharih (jelas) dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang melarang hal tersebut. Bahkan riwayat yang ada (justru) membolehkan
hal-hal tersebut.
Abu Muhammad
bin Hazm – Rahimahullah - berkata “Permasalahan: Membaca al-Qur’an, sujud
tilawah, menyentuh mushaf dan berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, semua itu
boleh dilakukan dengan berwudhu atau tanpa wudhu dan (boleh) bagi yang junub
dan juga yang haidh. (Al—Muhalla: 1/77-78)
Dalil hal
tersebut adalah bahwa membaca al-Qur’an, sujud tilawah, menyentuh mushaf dan
berdzikir kepada Allah merupakan perbuatan-perbuatan baik yang disunahkan, dan
orang yang melakukannya mendapat pahala, maka barangsiapa yang melarang hal-hal
tersebut dalam sebagian kondisi-kondisi tertentu, wajib untuk mendatangkan
dalil”.
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata (Majmu’al Fatawa 21/459): “Adapun membaca
al-Qur’an bagi orang yang junub dan haidh, maka pendapat ulama dalam hal
tersebut:
Ada yang
berpendapat: boleh bagi keduanya, dan inilah madzhab Abu Hanifah dan yang
masyhur dari madzhab Syafi’i dan Ahmad.
Ada juga yang berpendapat: tidak boleh bagi
junub dan boleh bagi wanita haidh, baik secara mutlak ataupun karena takut
lupa, dan ini adalah madzhab Imam Malik, dan satu pendapat pada madzhab Ahmad
dan selainnya. Karena tidak ada riwayat tentang wanita haidh membaca Al-Qur’an,
kecuali hadits yang diriwayatkan dari Ismail bin ‘Ayasy dari Musa dari ‘Uqbah
dari Nafi’ dari Ibnu Umar: “Tidak boleh bagi yang haidh dan junub membaca
al-Qur’an”. [Diriwayatkan oleh Abu Daud dan yang lainnya]. Tetapi hadits
tersebut dha’if menurut kesepakatan ahlul hadits.
Menyentuh
Mushaf
Syeikh Utsaimin rahimahullah berpendapat
tidak boleh menyentuh Mushaf bagi wanita haid dan nifas, sedangkan untuk tafsir
atau kitab yang mengandung Alquran Beliau mengatakan: “Untuk kitab tafsir,
diperbolehkan wanita haid menyentuhnya karena kitab tersebut dihukumi sebagai
buku tafsir, dan ayat-ayat Al Qur’an di dalamnya lebih sedikit dari pada
tafsirnya. Dalil dari hal ini adalah surat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi
wa sallam kepada raja-raja kafir, di mana di dalamnya terdapat ayat-ayat
Al Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa sesuatu dihukumi berdasarkan umumnya
kandungan yang ada di dalamnya.Syarh Mumti’ (1/267)
Sedangkan Ibn
Hazm berpendapat bahwa boleh menyentuh Mushaf bagi wanita haid dan nifas, orang
junub dan kafir.
Dalilnya adalah
dalil yang disampaikan Syaikh Al Utsaimin diatas, yaitu saat Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam mengirim kepada raja-raja kafir didalamnya terdapat ayat
Alquran. Beliau berpendapat, bahwa tidak boleh membeda-bedakan Alquran, baik
dia utuh dari Alfatihah sampai An nas atau hanya beberapa surat atau ayat saja.
Walau bagaimanapun, beberapa ayat yang terdapat dalam surat tersebut tetap
Alquran dan yang membaca adalah orang kafir, kita tidak tau apakah dia dalam
keadaan suci atau junub. (Al Muhalla : 94)
Seorang Teman
di STAI As Sunnah, berkata “dikampungku, sebagian orang tidak mau membaca doa
sebelum tidur dan zikir pagi petang apabila mereka dalam keadaan haid, nifas
atau junub. Mereka berpemahaman tidak boleh membaca Alquran, dan didalam doa sebelum
tidur dan zikir pagi petang terdapat Al fatihah, ayat kursy dan tiga Qul, yang semuanya adalah Alquran”
Coba perhatikan,
karna kurangnya pemahaman mereka jadi terhalang dari beribadah kepada Allah
Taala.
Wanita Haid dan
Masjid
Jumhur ahli
fikih dari keempat madzhab berpendapat bahwasannya tidak boleh seorang wanita
haid untuk berdiam di masjid, dengan dalil hadist riwayat Bukhari (974)dan
Muslim (890),dari Ummu ‘Athiyah dia berkata:
“Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam memerintahkan kepada kami untuk keluar rumah pada dua
hari raya, termasuk remaja putri dan gadis pingitan, dan beliau memerintahkan
wanita yang haid untuk menjauhi tempat shalat”.
Dalam hadist
ini, Nabi shalallahu alaihi wasallam melarang wanita yang haid
mendekati tempat shalat ‘id dan memerintahkan mereka untuk menjauhinya,
dikarenakan disana terdapat hukum masjid, dan ini menjadi dalil dilarangnya
wanita haid untuk memasuki masjid. Jumhur juga berdalil dengan hadist yang
lain, akan tetapi hadist tersebut dhaif dan tidak boleh dijadikan hujjah,
diantaranya hadist perkataan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidaklah halal masjid untuk orang yang haid
dan junub”. Hadist ini didhaifkan oleh syekh Albani dalam kitab Dhaif
Abi Daud (232).
Lajnah Ad
daimah ( Majlis Fatwa Saudi Arabia ) berpendapat tidak boleh bagi seorang
wanita yang sedang haid atau nifas untuk memasuki masjid. Sedangkan bila hanya
lewat, maka diperbolehkan apabila ia mempunyai kepentingan dan yakin bahwa
tidak akan mengotori masjid dengan najisnya, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
”Dan (jangan
pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar
berlalu saja, sampai kamu mandi” (Qs An Nisa’:43)
Dan wanita yang
haid termasuk dalam makna junub. Dalil selanjutnya adalah bahwa Nabi pernah
memerintahkan Aisyah untuk mengambilkan kebutuhan beliau dari masjid sedangkan
dia sedang haid. Demikian fatwa Lajnah Daimah no 6/272.
Untuk maklumat
tambahan yang juga menjadi sumber kami, silahkan baca :
Komentar
Posting Komentar