Langsung ke konten utama

Biografi Ibn Hazm Al- Andalusy (I)



Seorang ulama besar yang menguasai banyak rumpun ilmu dan cabang-cabangnya, produktif dalam berkarya, memiliki tekad yang kuat, kepribadian yang unik dan menakjubkan. Seorang Imam yang bertahan dari segala celaan dan hinaan, permusuhan dari berbagia pihak tidak melemahkan semangatnya dalam belajar dan mengajar.....

Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Ali Ibn Ahmad ibn said Ibn Hazm Ibn Ghalib Ibn Shaleh Ibn Khalaf Ibn Ma’dan Ibn Sufyan Ibn Yazid Al-Farisi[1]. Kalangan penulis kontemporer memakai nama singkatnya yang populer Ibn Hazm, dan terkadang di hubungkan dengan panggilan al-Qurthubi atau al-Andalusi dengan menisbatkannya kepada tempat kelahirannya, Cordova dan andalus, sebagaimana Ulama' Fikih sering mengaitkaitkan dengan sebutan al-Dhahiri, sehubungan dengan aliran fiqih dan pola pikir dhahiri yang dianutnya. Sedangkan Ibn Hazm sendiri memanggil dirinya dengan Abu Muhammad, demikian juga Muridnya Al-Humaidi dan Abu Qosim Shoid sering memanggilnya dengan sebutan itu, sebagaimana di temukan dalam karya – karya tulisnya.




Ibn Hazm lahir di Andalusia pada hari yang terakhir dari bulan Ramadhan th. 384 H, di waktu dini hari sesudah terbit fajar, sebelum terbit matahari[2]. Ayahnya adalah Ahmad Ibn Said , berpendidikan cukup tinggi, memiliki wawasan luas, mahir dalam dunia politik, dia juga dikenal sebagai ekonom , pandai mengatasi masalah, [3] sehingga dia diangkat menjadi pejabat di lingkungan kerajaan al-Manshur Ibn Abi A'mir dan kemudian menjadi wazir al-manshur pada tahun 381 H / 991 M. dia menjabat wazir sampai di masa pemerintahan al-Muzaffar dan meninggal pada tahun 402 H. [4]



Kakeknya bernama Yazid yang berkebangsaan Persia (Iran). Yazid sendiri adalah salah seorang hamba sahaya (budak) milik Yazid bin Abi Sofyan bin Harb Al-Amawi (w: 19 H) saudara Muawiyah bin Abi Sofyan (w: 60 H)[5]. Setelah dimerdekakan dari status budak, keturunan Yazid terus menjalin hubungan baik dengan keturunan Muawiyah, sehingga kedekatan dua keluarga besar ini menjadikan pribadi Ibn Hazm setia terhadap dinasti bani Umayah di Andalusia (Spanyol).



Sebagai Putra seorang menteri ( Wazir ), Pendidikan kanak – kanak Ibn Hazm mendapat perhatian yang khusus dari ayahnya. Para pelayan yang bekerja dirumahnya tidak hanya diberi tugas untuk membantu urusan rumah tangga saja , melainkan sebagian diantara mereka ada yang diberi tugas untuk mengajar dan mendidik Ibn Hazm. Pendidikan Privat ini berlangsung sampai Ibn Hazm menginjak usia remaja.[6]
Setelah usia remaja ia selalau diajak ayahnya menghadiri majelis – majelis temu ilmiah dan budaya yang sering diadakan oleh al-manshur yang dihadiri oleh para ahli sya’ir dan ilmuwan. Disamping itu Ibn Hazm juga berada di bawah bimbingan seorang alim dan wara', ’ernama Ali al-Husein Ibn Ali al-Fasy[7].



Ibn Hazm memiliki semangat yang tinggi dalam menntut ilmu Ia mempelajari berbagai bidang ilmu dan berguru kepada banyak ulama'. Ia belajar hadist , antara lain dari Ahmad Ibn Al-Jasur dan Abdurrahman Al-Azdi. Gurunya dibidan fikih, antara lain Abdullah Ibn Dhahun, seorang ahli fikih madzhab Maliki yang banyak memberikan fatwa di Cardova. Guru fikih yang berjasa membawa Ibn Hazm kepada madzhab al-Dzahiri adalah Mas'ud Ibn Sulaiman Ibn Maflah.[8] Sedangkan dibidang logika dan ilmu kalam, Ia berguru pada Muhammad Ibn Al-Hasan Al-mazhaji yang dikenal dengan sebutan Ibn Al-Khattami, dan juga dari Abu Al-Qosim Abdurrahman Ibn Abi yazid Al-Misri.[9]



Selain para masyayih tersebut, para penulis biografi juga menyebut bahwa Ibn Hazm memiliki banyak guru dan menerima hadist, syari'ah, dan sastra dari para ulama' di Cardova, karena saat itu daerah tersebut dipenuhi Ulama' besar dan peradaban ilmu yang maju.[10]



Ada Beberapa factor penunjang yang mengantarkan Ibnu Hazm dapat mencapai tingkat tinggi dalam akademik dan kepemimpinan yang menghantarkannya sampai pada masa kejayaannya karena posisinya sebagai imamah. Diantaranya adalah Memilki sifat personal yang esensial untuk menghasilkan akademisi yang hebat,memori yang kuat, tajam dalam pengajaran dan kata-kata, memilki ketajaman yang tinggi dalam obesrvasi dan analisa, Memilki keuntungan dalam menjalani pendidikan dibandingkan dengan antusiasme personal untuk mempelajari dan memuaskan diri dalam bidang perhatiannya, Menguasai ragam bahasa, Mengambil keuntungan dari lingkungannya yang kodusif , Berpartisipasi aktif sebagai menteri dalam tiap urusan public, administrasi, militer dan urusan politik, Bereaksi secara positif terhadap perlawanan dengan menanggungnya sendiri, disiplin personal menjamin bahwa ia harus secara luas mengetahui musuhnya, dengan demikian ia dapat mengkounter kritikan mereka dengan cara yang lebih efektif.



Diantara murid Ibn Hazm yang menonjol adalah Muhammad Ibn Abu Nashr futuh Al-Azdi Al-Humaidi Al-Andalusi ( w.488 H ), pengarang kitab al-Jadwh Al-Muqtabisi fii Dikr wulah Al-Andalus, yang di komentari oleh Ibn Khalikan.[11] Dan murid yang lain adalah Al-Qodli Abu Qosim Sho'id Ibn Ahmad al-andalusi ( w.463 H ) yang menulis kitab Tabaqot al-Umam, dari metode dan isi banyak dipengaruhi pemikiran Ibn Hazm.[12]



Ibn Hazm al Andalusi di kenal sebagai sosok yang tektual dalam memahami agama. Pengusung fikih madzhab Dzahiri (aliran tekstual) ini, kerap dijadikan sebagai “ikon” penentang kaum rasionalis Islam, yang termasuk di dalamnya para fuqaha arba`a (ulama empat madzhab). Dimana Ibn Hazm – dalam pernyataan eksplisitnya - menolak al qiyas (dalil analog) yang telah disepakati oleh jumhur ulama (mayoritas ulama) sebagai salah satu landasan hukum syari’at. Ibn Hazm mengatakan bahwa al-Qur'an dan al-Sunnah sudah lengkap dan sempurna, tidak mungkin ada masalah yang tidak ada jawabannya di dalam nash. Al-Qur'an menegaskan :”Tidak Kami lewatkan dalam al-Kitab sedikitpun” (QS. Al-An’am (6) : 38), “Pada hari ini Kami sempurnakan bagimu agamamu” (QS. Al-Maidah (5) : 3), “kami turunkan kepadamu al-Kitab untuk menjalankan segala sesuatu “ (QS. Al-Nahl (16) : 89)[13]. Ibnu hazm memiiki slogan dalam manhajnya :"Orang yang berijtihad yang salah itu lebih baik dari pada orang yang taklid yang benar" .[14] Ia juga berkata : " Tidak halal bagi seseorang untuk taklid kepada orang lain, baik orang itu hidup atau mati, dan setiap orang berhak untuk berijtihad sesuai kadar kemampuannya ".[15]



Karya – karya tulisan Ibn Hazm sangat banyak sekali, bahkan menurut informasi putranya Abu Rafii al-Fadl, sebagaimana dikutip oleh Yaqut al-Hamawy, karya Ibn Hazm mencapai empat ratus jilid, setebal kurang lebih delapan puluh ribu halaman.[16] Namun sayang karya-karyanya tersebut banyak yang hilang , dan sebagian besar tidak sampai ketangan generasi sekarang ini.[17]
Karya-karya Ibn Hazm telah mendapat “pengakuan” dan “pengukuhan” dari para sarjana dan Islamisis Barat. Theodor Pulcini misalnya, dalam mendeskripsikan Ibn Hazm yang didasarkan pada pernyataan Asín Palacios, Islamisis Spanyol kenamaan di awal abad ke-20 yang juga banyak menerjemahkan beberapa karya Ibn Hazm, menyatakan:
" Besarnya kontribusi yang diberikan Ibn Hazm terhadap kebudayaan Islam Arab ditandai dengan banyaknya julukan yang diberikan oleh para penulis biografi dalam mendeskripsikan dirinya: sejarahwan, penyair, sastrawan, ahli hukum, teolog, ahli logika, pemikir politik, psikolog, ahli metafisika, mufassir, dan ahli debat. Betapa luasnya lingkup aktifitas intelektual yang ia miliki dalam mencurahkan kemampuan akademisnya di hampir semua bidang pengetahuan tentang Yunani dan Islam, kecuali Matematika." [18]



berkata seorang orentalis asbania Balentsaya :
" Ibnu Hazm telah muncul di cardova dengan buku-buku yang ditulisnya dalam berbagai bidang ilmu, Dia adalah termasuk Ulama' ternama dalam sejarah andalusia, jika orang berfikir dengan apa yang ditulis Ibnu Hazm tentu Ia akan melihat dengan jelas bahwa semua hasil karya tersebut tidaklah muncul kecuali dari peradaban yang begitu maju.[19]

Ibn Hazm meninggalkan dunia untuk selama-lamanya di Montlisam pada hari ahad malam senin , 28 Sya‘ban 456 H/15 Juli 1064 M, pada usia 72 tahun.[20] Meski jenazahnya telah bersatu dengan bumi, namun ide dan gagasannya masih hidup dan akan selalu hidup sepanjang zaman , karena ia dikaji dan diteliti oleh pencinta ilmu . Perjuangannya dalam menghidupkan khazanah intelektual muslim di berbagai cabang ilmu pengetahuan masih dirasakan oleh umat Islam hingga detik ini. Semoga apa yang telah diperbuatnya mendapat imbalan yang mulia di sisi-Nya.







[1] - Yaqut al-Hamawy, Mu’jam al-‘Ubada’, (Cairo : Dar al-Ma’mun, t.th.), hlm. 235 – 236., Ibn Kastir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, Hal 91
[2] - Hasbi ash-Shiddiqy, Pokok – Pokok Pegangan Imam Madzhab (semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 545.
[3] - Thohir Ahmad Makki, Dirasah an Ibn Hazm, Hal 64
[4] - Abdul Halim U'wais, Ibn Hazm Al-Andalusi, Hal. 53
[5] - Ahmad Salabi, Maushua'h Al-Tarikh Al-Islami, Juz 1, Hal. 402
[6] - Thohir Ahmad Makki, Dirasah an Ibn Hazm, Hal 31
[7] - Ibn Hazm, al-Thawq al-Hamamat fi al-Ilfat wa al-Ullaf, Cairo, Dar al-Ma’arif, 1977, hlm. 165 – 166.
[8] - Sa'id Al-Afghani, Ibn Hazm wa risalatuhu fii mujadalah baina sahabah, al-dar al-fikr ,1969, hal. 35
[9] - Ibn Halikan, Wifayah al-A'yan, beirut, Al-Dar Al-Sadr- t.th, Hal.13
[10] - Lih. Thaha Al-Hajiri, Ibn Hazm Shurah Andalusiyyah, hal.36
[11] - Lih. Al-Humaidi, al-Jadwh Al-Muqtabisi fii Dikr wulah Al-Andalus, dar al-qoumiyyah, 1966, hal.36
[12] - Abdul Halim U'wais, Ibn Hazm Al-Andalusi, Hal. 184

[13]- Ibn Hazm, Al-Muhalla, (Beirut : Maktabah at-Tijadi, t.th.), hlm. 56
[14] - Dr. Hasan Muhammad Hasan, Ibn Hazm al-andalusi, hal.104
[15] - Ibn Hazm, Al-Muhalla, Juz 3, hal. 86
[16] - Yaqut al-Hamawy, Mu’jam al-‘Ubada’, (Cairo : Dar al-Ma’mun, t.th.), juz 12, hal. 239
[17] - diantara karya-karya Ibn Hazm adalah sebagai berikut :
Kitab sejarah
جوامع السيرة
رسالة أسماء الصحابة والرواة
2. Kitab Fikih
المحلى بالآثار شرح المجلى
الإحكام في أصول الأحكام 
إبطال القياس والرأى والتقليد
3. Kitab Ilmu Al-Qur'an
الناسخ والنسوخ في القرآن
رسالة في أن القرآن ليس من نوع بلاغة الناس
4. Kitab Ilmu Hadist
مختصر علل الحديث
ترتيب سؤلات الدارمى لابن معين
5. Kitab Aqidah, Filsafat, Mantiq
الأصول والفروع
الأخلاق والسير في مداواة النفوس
التقريب لحد المنطق
7. Kitab Sastra Arab
طوق الحمامة في الألفة والآلاف
8. Kitab Kedokteran
رسالة في الطب النبوى
كتاب حد الطب
كتاب الأدوية المفردة
9. Kitab Tsaqofah Umum
كتاب العانس في صدمات
كتاب المرطار في اللهو والدعابة


[18]“The breadth of the contribution made by Ibn Hazm to Arabic Islamic culture is indicated by the multiplicity of designations his biographers use to describe him: historian, poet, littérature, jurisconsult, theologian, moralist, logician, political thinker, psychologist, metaphysician, exegete, and polemicist. So-wide-ranging was his intellectual activity that he managed to devote scholarly attention to all the branches of Greek and Islamic learning, with exception of Mathematics.” Theodore Pulcini, Exegesis as Polemical Discourse: Ibn Hazm on Jewisy and Christian Scriptures (Atlanta, Georgia: Scholars Press, 1998), 1. 
[19] - Syaikh Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurotul Yahud wa Imam Ibn Hazm Al-Andalusi, damaskus, darul qolam, 2004, Hal. 11
[20] - Abdul Halim Uwais, Ibn Hazm al-andalusi, hlm. 84


Dari :

http://ahmadalim.blogspot.co.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajib Diketahui Oleh Pecinta Sepak Bola...

Ada apa dengan kostum sepak bola? Sepak bola merupakan olah raga yang paling banyak penggemarnya, setiap penggemar memiliki klub dan pemain faforit. Terkadang semua aksesoris yang bertuliskan nama dan gambar klub atau pemain idolapun menjadi koleksi wajib bagi para pecinta sepak bola. Nah, bagaimana bila kita sebagai seorang muslim menjadi penggemar klub  atau pemain yang kafir kemudian membeli pernak-pernik yang berkaitan dengan mereka terutama kostum yang mengandung unsur atau lambang agama dan keyakinan mereka seperti lambang salib dan setan merah? Jika kita perhatikan terdapat beberapa kostum tim sepak bola yang mengandung unsur salib seperti Barcelona, AC Milan, Timnas Brazil, Timnas Portugal, Intermilan, sedangkan lambang setan terdapat pada  MU.  Meskipun begitu masih banyak kaum muslimin yang tidak memperdulikan hal ini khususnya Indonesia. Berbeda dengan dua Negara bagian Malaysia beberapa tahun yang lalu telah melarang hal ini. Dewan Keagamaan Johor d

Mengisi Ramadan dengan nasyid

  Dalam KBBI nasyid diartikan sebagai lagu yang mengandung unsur keislaman, sedangkan dalam kamus “ Lisanul Arab ” nasyid artinya menyanyikan syair. Dari dua pengertian ini dapat kita pahami bahwa nasyid adalah lagu atau nyanyian. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Hakim hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya bahwa nasyid yang sekarang itu adalah nyanyian, bukan seperti yang dibaca oleh para sahabat saat menggali parit atau saat perang, yang mereka baca adalah syair.     Kita sama-sama tahu bahwa membaca syair oleh orang arab memiliki cara tersendiri, jika dicari persamaannya di Indonesia maka membaca syair serupa dengan membaca pantun atau puisi. Apakah membaca puisi atau pantun sama dengan cara menyanyikan nasyid atau kasidah itu? Jawabnya jelas tidak sama. Lalu apa hukum menyanyikan nasyid? Syaikh Shaleh Al Fauzan hafizhahullah dalam sebuah video tanya jawab menyebutkan “kami tidak menemukan pensyariatannya, jika nasyid tersebut tidak disandarkan

Kita pasti berpisah, semoga esok kembali berkumpul

Dalam menjalani kehidupan ini terkadang kita harus pergi, pergi jauh dari kampung halaman. Banyak tujuan yang kita bawa, ada yang menuntut ilmu, ada yang mencari nafkah dan tujuan lainnya. Walau apapun tujuannya, ke manapun perginya, pasti ia merindui kampung halamannya, pasti ia merindukan orang-orang yang disayangi, ingin kembali berkumpul dengan keluarga, sebab di sana ada kebahagiaan. Keindahan dan kedamaian itu ada di kampung halaman, ketika hati gelisah maka pulanglah, ada orang tua di sana, ada sanak saudara, ada sawah yang berjenjang dilengkapi burung-burung yang berbondong, ada sungai  beserta suara gemerciknya dan bebukitan dengan pohong-pohon yang menghijau. Indah dan damai.   Kita pasti kembali   Ibnu Umar  rhadiyallahu anhuma   berkata bahwa Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam   bersabda :   كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاء