Sebutan mereka "cendikiawan muslim", kerjanya
mengkritisi ulama dengan metode barat. Bahkan para sahabat hingga Nabi sampai
Allahpun juga dikritik, mereka menggangap mengoreksi islam dengan metode barat
lebih objektive karna kalau meneliti islam dengan metode islam tentu yang
nampak hanya kebaikannya saja. Tentang hal ini Hamka telah memperingati umat
islam Indonesia jauh-jauh hari sebelumnya :
Pekerjaan orientalispun berhasil, dizaman sekarang sudah
mulai ada gejala-gejala yang timbul dikalangan calon-calon sarjana muslim.
Mereka yang tadinya diharapkan oleh masyarakat islam akan membela islam, dengan
bangganya mencela segala yang berbau arab (Hamka/Hamka bicara tentang
perempuan:124)
Ya, semua yang tidak sesuai dengan syahwat dikatakan
kebiasaan arab. Anehnya, kebiasaan barat yang jelas-jelas bertentangan dengan
islam dibela dan dipuji setinggi-tingginya sebagai bentuk pelaksanaan HAM.
Mereka adalah orang paling linglung yang pernah ada didunia,
bagaimana tidak! Anggapan semua agama sama, adalah pemikiran paling tak
berpendirian dalam sejarah peradaban manusia.
Mereka mengandalkan akal mereka yang pendek dan dangkal
untuk mengkaji ajaran dan ilmu islam yang bagaikan laut tak bertepi, mereka
tidak ubahnya para primitif yang mengkonsumsi binatang menjijikkan dan
buah-buahan tak brrgizi namun menyangka itulah makanan terbaik karna
keterbatasan akal mereka. Saat mengetahui kehidupan kota, mereka mengangap
semua kemajuan itu adalah keterbelakangaan.
Entah apa yang ada dibenak mereka, benarkah itu pemahaman
yang bersarang dalam dada atau ada uang dibalik semua pemaparan serta sepak
terjang kelompok barat berparas timur ini?
Apa yang disampaikan Hamka benar adanya, bahkan lebih dari
itu. Hari ini bukan calon sarjana islam yang berpikiran "miring" tapi
para Guru Besar, Profesor atau Doktor
yang menjadi pengajar di Perguruan Islam diseluruh Nusantara.
Bayangkan betapa mengerikannya masa depan pendidikan islam
ditangan "cendikawan garis belok ini?"
Komentar
Posting Komentar