Sama-sama telah kita pahami dan yakini betapa pentingnya
pernikahan dalam islam. Ia termasuk penyempurna agama, penyebab berkembangnya
paradaban islam, terjaganya kehormatan, dan banyak faedah lain darinya yang
diperoleh oleh seorang muslim untuk dirinya dan negaranya.
Telah disepakati oleh ahli ilmu dan fuqaha' bahwa pernikahan
lebih utama dari ibadah sunnah lainnya, bahkan sebagian ahli fiqih lebih
mendahulukan pernikahan daripada ibadah haji walaupun haji adalah rukun islam.
(Abdul Malik bin Muhammad Qasim/ Ya Aby Zawwajny:10)
Hal itu karna dengan pernikahan pelanggaran hukum agama yang menimbulkan dosa dan pelanggaran negara
dalam bentuk pidana akan berkurang, hal ini berlaku untuk pihak laki-laki dan
wanita. Betapa banyak seseorang berdosa karna belum menikah, fitnah syahwat
adalah fitnah terbesar pemuda, jika tak mampu mengelola hati dan fikiran dengan
baik maka akan terjadi perbuatan yang tidak pantas menurut norma-norma yang
ada. Solusi terbaik dan mujarab mengatasi fitnah syahwat adalah pernikahan dan
kita semua sangat yakin itu.
Pemuda yang belum menikah sering gundah, galau dan gelisah.
Dan mencoba mencari ketenangan diri, melepaskan hasrat yang tersimpan dalam
jiwanya. Tahukah mereka bahwa dalam pernikahan terdapat ketentraman jiwa,
sebagaimana yang Allah taala janjikan dalam Alquran?
Dan diantara hikmah pernikahan adalah mendapatkan kesenangan
rohani dan jasmani, Allah menyediakan
dalam pernikahan baik untuk laki-laki maupun perempuan dari kenikmatan terbesar
didunia ini, yaitu ketentraman jiwa dan ketenangan hati dan kenikmatan biologis
( Abdurrahman bin Abdul Khaliq/ Az zawaj fi zhillil islam:23)
Nikmat apa lagi yang dicari? Kebutuhan rohani terpenuhi
dengan kebahagian yang tumbuh dari kasih sayang pasangan, setiap kata indah,
senyum manis, rayuan, pujian dan keromantisan akan menumbuhkan motivasi untuk
terus berusaha hidup lebih baik.
Haus dalam panasnya
padang pasir, dahaga itu akan terasa lega. dingin dalam hujan malam, akan
terhangatkan. Rasa penasaranpun jadi tau, lapar menjadi kenyang. Seperti itulah
terlepasnya kebutuhan biologis seorang jika telah menikah, darinya ia
memperoleh pahala dan terbebas dari dosa syahwat yang selama ini
membelenggunya.
Tentunya kita semua mengharapkan kebahagiaan, lalu bagaimana
mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahan?
Jawabannya memilih teman hidup yang pakaiannya disaat suka
dan duka adalah ketaatan kepada Allah taala.
Apabila Sang istri shalehah dan jiwanya selalu menuntunya
untuk melakukan kebaikan maka ia akan memperoleh kebahagiaan dunia akhirat,
suaminyapun betah bersamanya sehingga mereka
dianugrahi kebahagaian dalam
rumah tangga, ini sudah terbukti dalam kehidupan nyata (Abdul malik bin Muhammy
Qasim/Wa ashlahna lahu zaujahu:14)
Bagaimana cara mengetahui kebahagiaan itu?
Patokan bahagia atau tidaknya seorang suami terletak pada
apakah istrinya menjadi penolong baginya saat ditimpa musibah atau menjadi
penyebab musibah untuknya ( Musthafa bin Husna As Sibai'/Hakadza a'llamatny al
hayah:19)
Ya, istri bisa menjadi tempat berlindung dan melabuhkan duka
kita atau menjadi sumber luka dan derita. Jika si istri shalehah tentulah ia
menjadi pelipur lara saat mata bicara dengan tetesannya dikala mengahadapi
keruh dan derasnya arus kehidupan ini. Hal ini juga berlaku untuk istri, si
istri akan bahagia jika pundak suami menjadi tempatnya bersandar, sepasang
telinga yang setia mendengarkan ceritanya serta mampu meyakinkannya bahwa ia
mampu menjadi pelindung untuk si istri, sehingga istri merasa aman.
Diantara sebab kebahagiaan rumah tangga, kehadiran sibuah
hati, anak adalah salah satu tiang berdirinya sebuah keluarga, tanpanya rumah
tangga terasa hampa dan tak berwarna. Oleh karena itu, bahagialah mereka yang
memperoleh pasangan yang subur. Dan bagi yang tidak dikarunia anak hendaklah
bersyukur karna ia sudah punya pasangan hidup, kemudian bersabar karna belum
dikarunia anak. Teruslah berusaha dan berdoa jika ingin kata
"keluarga" yang telah disandang menjadi lengkap, karna sesunggahnya "keluarga"
bermakna "ayah, ibu dan anak"
Apapun yang telah kita sampaikan diatas, tetaplah
kebahagiaan kita berada ditangan Allah taala, dan itu diperoleh dangan iman
serta ketaatan yang terlaksana dalam setiap detik kehidupan kita.
Saya telah menyaksikan banyak kesusahan, kesedihan dan
permasalahan yang terhapus setelah pernikahan, walaupun terkadang masalah baru
juga
muncul.
Siapapun berhak untuk menikah, siapapun sanggup untuk
menikah asalkan berusaha dan bersungguh-sungguh. Kurangnya biaya adalah masalah
terbesar yang dihadapi para pemuda zaman sekarang "katanya", padahal
jika mereka bersungguh-sungguh Allah taala akan memberikan kemudahan baginya.
Apakah mereka tidak mengambil pelajaran dari pendahulu mereka yang senasib
dengan mereka dalam masalah dana? Lalu mengapa mereka tidak bisa sedangkan
mereka itu mampu?
Komentar
Posting Komentar