Bagaimanakah perkembangan Wahabi di Indonesia?
Mari kita ikuti penuturan Ahli sejarah Melayu yaitu Prof. Dr, Hamka dalam kitabnya "Dari Perbendaharaan lama" pada halaman 114-116.
Beliau menyatakan dalam kitab yang diterbitkan tahun 1982 ini tentang Wahabi dan para komunis dan penjajah :
Seketika terjadi Pemilihan Umum,
orang telah menyebut-nyebut kembali yang baru lalu, untuk
alat kampanye, nama
"Wahabi". Ada yang mengatakan bahwa Masyumi itu adalah Wahabi, sebab
itu jangan pilih orang Masyumi.
Pihak Komunis pernah turut- turut
pula menyebut-nyebut Wahabi dan mengatakan bahwa
Wahabi itu dahulu telah datang ke
Sumatera. Dan orang-orang Sumatera yang memperjuangkan
Islam di tanah Jawa ini adalah dari
keturunan kaum Wahabi.
Memang sejak abad kedelapan belas,
sejak gerakan Wahabi timbul di pusat tanah Arab, nama
Wahabi itu telah menggegerkan
dunia. Kerajaan Turki yang sedang sangat berkuasa, takut kepada
Wahabi.
Karena Wahabi adalah, permulaan
kebangkitan bangsa Arab, sesudah jatuh pamornya, karena
serangan bangsa Mongol dan Tartar
ke Baghdad. Dan Wahabi pun ditakuti oleh bangsa-bangsa
penjajah, karena apabila dia masuk
ke suatu negeri, dia akan mengembangkan mata penduduknya
menentang penjajahan. Sebab faham
Wahabi ialah meneguhkan kembali ajaran Tauhid yang murni,
menghapuskan segala sesuatu yang
akan membawa kepada syirik.
Sebab itu timbullah perasaan tidak
ada tempat takut melainkan Allah. Wahabi adalah menentang
keras kepada Jumud, yaitu
memahamkan agama dengan membeku.
Orang harus kembali kepada A1 Qur'
an dan Al Hadits.
Ajaran ini telah timbul bersamaan
dengan timbulnya kebangkitan Revolusi Prancis di Eropa.
Dan pada masa itu juga "in
filtrasi" dari gerakan ini telah masuk ke tanah Jawa. Pada tahun 1788
di zaman pemerintahan Paku Buwono
IV, yang lebih terkenal dengan gelaran "Sunan Bagus",
beberapa orang penganut faham
Wahabi telah datang ke tanah Jawa dan menyiarkan ajarannya di
negeri ini. Bukan saja mereka itu
masuk ke Solo dan Yogya, tetapi tnerekapun meneruskan juga
penyiaran fahamnya di Cirebon,
Bantam dan Madura. Mereka mendapat sambutan baik, sebab
terang anti penjajahan.
Sunan Bagus sendiripun tertarik
dengan ajaran kaum Wahabi. Pemerintah Belanda mendesak
agar orang-orang Wahabi itu
diserahkan kepadanya. Pemerintah Belanda cukup tahu, apakah
akibatnya bagi penjajahannya, jika
faham Wahabi ini dikenal oleh rakyat.
Padahal ketika itu perjuangan
memperkokoh penjajahan belum lagi selesai. Mulanya Sunan
tidak mau menyerahkan mereka.
Tetapi mengingat akibat-akibatnya bagi Kerajaan-kerajaan Jawa,
maka ahli-ahli kerajaan memberi
advis kepada Sunan, supaya orang-orang Wahabi itu diserahkan
saja kepada Pemerintah Belanda.
Lantaran desakan itu, maka merekapun ditangkapi dan diserahkan
kepada Belanda. Oleh Belanda
orang-orang itupun diusir kembali ke tanah Arab.
Tetapi di tahun 1801, artinya 12
tahun di belakang, kaum Wahabi datang lagi. Sekarang bukan
lagi orang Arab, melainkan anak
Indonesia sendiri, yaitu anak Minangkabau. Haji Miskin Pandai
Sikat (Agam) Haji Abdurrahman
Piabang (Lubuk Limapuluh Koto) , dan Haji Mohammad Haris
Tuanku Lintau (Luhak Tanah Datar).
Mereka menyiarkan ajaran itu di
Luhak Agam (Bukittinggi) dan banyak beroleh murid dan
pengikut. Di antara murid mereka
ialah Tuanku Nan Renceh Kamang. Tuanku Samik Empat
Angkat. Akhimya gerakan mereka itu
meluas dan melebar, sehingga terbentuklah "Kaum Paderi"
yang terkenal. Di antara mereka
ialah Tuanku Imam Bonjol. Maka terjadilah "Perang Paderi" yang
terkenal itu. Tigapuluh tujuh tahun
lamanya mereka melawan penjajahan Belanda.
Bilamana di dalam abad kedelapan
belas dan sembilan belas gerakan Wahabi dapat dipatahkan,
pertama orang-orang Wahabi dapat
diusir dari Jawa, kedua dapat dikalahkan dengan kekuatan
senjata, namun di awal abad
keduapuluh mereka muncul lagi !
Di Minangkabau timbullah gerakan
yang dinamai "Kaum Muda".
Di Jawa datanglah K.H.A. Dahlan dan
Syekh Ahmad Soorkati.
K.H.A. Dahlan mendirikan
"Muhammadiyah". Syeh Ahmad Soorkati dapat membangun
semangat barn dalam kalangan
orang-orang Arab. Ketika dia mulai datang, orang Arab belum
pecah menjadi dua, yaitu Arrabithah
Alawiyah dan A1 Irsyad. Bahkan yang mendatangkan Syekh
itu ke mari adalah dari kalangan
yang kemudiannya membentuk Arabithah Adawiyah.
Musuhnya dalam kalangan Islam
sendiri, pertama ialah Kerajaan Turki. Kedua Kerajaan Syarif
di Mekkah, ketiga Kerajaan Mesir.
Ulama-ulama pengambil muka mengarang buku-buku buat
"mengkafirkan" Wahabi.
Bahkan ada di kalangan Ulama itu yang sampai hati mengarang buku
mengatakan bahwa Muhammad bin Abdil
Wahab pendiri faham ini adalah keturunan Musailamah
AI Kazab!
Pembangunan Wahabi pada umumnya
adalah bermazhab Hanbali, tetapi faham itu juga dianut
oleh pengikut Mazhab Syafi'i,
sebagai kaum Wahabi Minangkabau. Dan juga pengaaut Mazhab
Hanafi, sebagai kaum Wahabi di
India.
Sekarang "Wahabi"
dijadikan alat kembali oleh beberapa golongan tertentu untuk menekan
semangat kesadaran Islam yang bukan
surut ke belakang di Indonesia ini, melainkan kian maju dan
tersiar. Kebanyakan orang Islam
yang tidak tahu di waktu ini, yang dibenci bukan lagi pelajaran
Wahabi, melai nk an nama Wahabi.
Ir. Dr. Sukarno dalam
"Surat-surat dari Endeh"nya kelihatan bahwa fahamnya dalam Agama
Islam adalah banyak mengandung
anasir Wahabi.
Kaum Komunis Indonesia telah
mencoba menimbulkan sentimen Ummat Islam dengan
membangkit-bangkit nama Wahabi.
Padahal seketika terdengar
kemenangan gilang-gemilang yang dicapai oleh Raja Wahabi Ibnu
Saud, yang dapat mengusir kekuasaan
keluarga Syarif dari Mekkah. Ummat Islam mengadakan
Kongres Besar di Surabaya dan
mengetok kawat mengucapkan selamat atas kemenangan itu (1925).
Sampai mengutus dua orang pemimpin
Islam dari Jawa ke Mekkah, yaitu H.O.S. Cokroaminoto dan
K.H.Mas Mansur. Dan Haji Agus Salim
datang lagi ke Me kk ah tahun 1927.
Karena tahun 1925 dan tahun 1926
itu belum lama, baru lima puluh tahun lebih saja, maka
masih banyak orang yang dapat
mengenangkan bagaimana pula hebatnya reaksi pada waktu itu,
baik dari pemerintah penjajahan,
walau dari Ummat Islam sendiri yang ikut benci kepada Wahabi,
karena hebatnya propaganda Kerajaan
Turki dan Ulama-ulama pengikut Syarif.
Sekarang Pemilihan Umum yang
pertama sudah selesai. Mungkin menyebut-nyebut "Wahabi"
dan membusuk-busukkannya ini akan
disimpan dahulu untuk Pemilihan Umum yang akan datang.
Dan mungkin juga propaganda ini
masuk ke dalam hati orang, sehingga gambar-gambar "Figur
Nasional", sebagai Tuanku Imam
Bonjol dan K.H.A.Dahlan diturunkan dari dinding. Dan mungkin
perkumpulan-perkumpulan yang menang
nyata kemasukan faham Wahabi sebagai Muhammadiyah,
A1 Irsyad, Persis dan lain-lain diminta
supaya dibubarkan saja.
Kepada orang-orang yang
membangkit-bangkit bahwa pemuka-pemuka Islam dari Sumatera
yang datang memperjuangkan Islam di
tanah Jawa ini adalah penganut atau keturunan kaum
Wahabi, kepada mereka orang-orang
dari Sumatera itu mengucapkan banyak-banyak terima kasih!
Sebab kepada mereka telah diberikan
kehormatan yang begitu besar!
Sungguhpun demikian, faham Wahabi
bukanlah faham yang dipaksakan oleh Muslimin, baik
mereka Wahabi atau tidak. Dan masih
banyak yang tidak menganut faham ini dalam kalangan
Masyumi. Tetapi pokok perjuangan
Islam, yaitu hanya takut semata-mata kepada Allah dan anti
kepada segala macam penjajahan,
termasuk Komunis, adalah anutan dari mereka bersama!
sekian pernyataan Beliau, semoga ini dapat menjadi pertimbangan kita adalam menilai Wahabi.
Komentar
Posting Komentar