Langsung ke konten utama

Maafkanlah, kau akan bahagia!

Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan tentu kita semua tanpa terkecuali melakukan kesalahan, terkadang membuat hati orang lain terluka dan tersakiti, baik disengaja ataupun tidak disadari.

 

Seorang berkata


"lebih baik salah memberikan maaf daripada salah dalam menyalahkan"

 

Jika ada perbuatan salah dari saudara kita, harusnya kita minta penjelasan dan tidak langsung memvonis, apalagi menjauhi dan memburuk-burukannya, coba kita yang berada di posisinya, apakah kita rela diperlakukan seperti itu? Kita disebut begini dan begitu, padahal itu hanyalah tuduhan tanpa bukti dan isu panas belaka.

 

Mungkin kita merasa saat memaafkan, harga diri kita menjadi rendah. Lihatlah hadist berikut ”tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan” (Hr. Muslim)

 

"Kadangkala kita begitu berat untuk memaafkan orang karena kesan perbuatannya masih berparut di sudut hati kita. Namun jadilah kita seorang pemaaf sebab itu yang Allah telah ajarkan kepada Rasulullah ." (Dr. Rozaimi)

 

Rasanya tidak pantas kita saling membenci dan bermusuhan karna “Orang-orang beriman itu bersaudara, sebab itu perbaikilah hubungan antara kedua saudaramu.” (QS. al-Hujurat: 10)

 

Apalagi menjauhi atau tidak saling sapa, sebab ”Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot (tidak menyapa) saudaranya lebih dari 3 hari.” (Hr. Bukhari  dan Muslim).

 

Perbuatan diatas berpengaruh untuk kebaikan dunia pelakunya, begitu pula di akhiratnya.

 

Rasulullah –Shallallahu alaihi wasallam- menyatakan “Pintu-pintu surga dibuka setiap hari senin dan kamis. Lalu diampuni seluruh hamba yang tidak berbuat syirik (menyekutukan) Allah dengan sesuatu apapun. Kecuali orang yang sedang ada permusuhan dengan saudaranya. Dikatakan: Tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai, tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai, tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai” (H. Ahmad  dan Muslim).

 

 

Bahkan dinyatakan “Tidak masuk surga orang yang memutus silaturahmi” (Hr. Bukhari dan Muslim).

 

Orang yang membatasi hubungannya dengan saudarnya sesama muslim akan sempit rezekinya, sebab “Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahim” (Hr. Bukhari dan Muslim).

 

Bagaimana tidak, sebagai makhluk sosial kita saling membutuhkan satu sama lain, kalaulah hubungan kita retak bahkan roboh dengan satu orang saja, maka satu pintu rezeki sudah tertutup karnanya.

 

Memaafkan adalah perbuatan baik lagi terpuji, ia bermanfaat untuk pemberi maaf karna kesempitan dada akan hilang saat pintu maaf terbuka. Bermanfaat untuk yang diberi maaf, karna jiwanya menjadi tenang setelah maaf itu memasuki dada pemberi maaf.

 

Dan disisi Allah taala keduanya akan mendapatkan balasan sesuai kadar keikhlasan masing-masing dalam meminta dan memberi maaf.

 

Kalaulah kita sadar betapa pentingnya meminta dan memberi maaf, tentulah tidak akan kita biarkan hati ini disusupi rasa benci dan permusuhan, orang yang suka memberi maaf hidupnya akan tenang dan bahagia. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajib Diketahui Oleh Pecinta Sepak Bola...

Ada apa dengan kostum sepak bola? Sepak bola merupakan olah raga yang paling banyak penggemarnya, setiap penggemar memiliki klub dan pemain faforit. Terkadang semua aksesoris yang bertuliskan nama dan gambar klub atau pemain idolapun menjadi koleksi wajib bagi para pecinta sepak bola. Nah, bagaimana bila kita sebagai seorang muslim menjadi penggemar klub  atau pemain yang kafir kemudian membeli pernak-pernik yang berkaitan dengan mereka terutama kostum yang mengandung unsur atau lambang agama dan keyakinan mereka seperti lambang salib dan setan merah? Jika kita perhatikan terdapat beberapa kostum tim sepak bola yang mengandung unsur salib seperti Barcelona, AC Milan, Timnas Brazil, Timnas Portugal, Intermilan, sedangkan lambang setan terdapat pada  MU.  Meskipun begitu masih banyak kaum muslimin yang tidak memperdulikan hal ini khususnya Indonesia. Berbeda dengan dua Negara bagian Malaysia beberapa tahun yang lalu telah melarang hal ini. Dewan Keagamaan Johor d

Mengisi Ramadan dengan nasyid

  Dalam KBBI nasyid diartikan sebagai lagu yang mengandung unsur keislaman, sedangkan dalam kamus “ Lisanul Arab ” nasyid artinya menyanyikan syair. Dari dua pengertian ini dapat kita pahami bahwa nasyid adalah lagu atau nyanyian. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Hakim hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya bahwa nasyid yang sekarang itu adalah nyanyian, bukan seperti yang dibaca oleh para sahabat saat menggali parit atau saat perang, yang mereka baca adalah syair.     Kita sama-sama tahu bahwa membaca syair oleh orang arab memiliki cara tersendiri, jika dicari persamaannya di Indonesia maka membaca syair serupa dengan membaca pantun atau puisi. Apakah membaca puisi atau pantun sama dengan cara menyanyikan nasyid atau kasidah itu? Jawabnya jelas tidak sama. Lalu apa hukum menyanyikan nasyid? Syaikh Shaleh Al Fauzan hafizhahullah dalam sebuah video tanya jawab menyebutkan “kami tidak menemukan pensyariatannya, jika nasyid tersebut tidak disandarkan

Kita pasti berpisah, semoga esok kembali berkumpul

Dalam menjalani kehidupan ini terkadang kita harus pergi, pergi jauh dari kampung halaman. Banyak tujuan yang kita bawa, ada yang menuntut ilmu, ada yang mencari nafkah dan tujuan lainnya. Walau apapun tujuannya, ke manapun perginya, pasti ia merindui kampung halamannya, pasti ia merindukan orang-orang yang disayangi, ingin kembali berkumpul dengan keluarga, sebab di sana ada kebahagiaan. Keindahan dan kedamaian itu ada di kampung halaman, ketika hati gelisah maka pulanglah, ada orang tua di sana, ada sanak saudara, ada sawah yang berjenjang dilengkapi burung-burung yang berbondong, ada sungai  beserta suara gemerciknya dan bebukitan dengan pohong-pohon yang menghijau. Indah dan damai.   Kita pasti kembali   Ibnu Umar  rhadiyallahu anhuma   berkata bahwa Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam   bersabda :   كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاء