Dalam KBBI nasyid diartikan sebagai lagu yang mengandung unsur keislaman, sedangkan dalam kamus “Lisanul arab” nasyid artinya melagukankan syair. Dari dua pengertian ini dapat kita pahami bahwa nasyid adalah lagu atau nyanyian. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Hakim dalam salah satu ceramahnya bahwa nasyid yang sekarang itu adalah nyanyian, bukan seperti yang dibaca oleh para sahabat saat menggali parit atau saat perang, yang mereka baca adalah syair.
Kita sama-sama tahu bahwa membaca syair oleh orang arab
memiliki cara tersendiri, jika dicari persamaannya di Indonesia maka membaca
syair serupa dengan membaca pantun atau puisi.
Lalu apa hukum menyanyikan nasyid?
Syaikh Shaleh Al Fauzan dalam sebuah video tanya jawab
menyebutkan “kami tidak menemukan pensyariatannya, jika nasyid tersebut tidak
disandarkan kepada Islam maka ia adalah kesia-siaan belaka dan jika dikatakan
nasyid islami maka ia adalah bida’h dalam agama.
Dewan fatwa lajnah ad daimah menyatakan “ini merupakan ujian
bagi manusia, yang seharusnya di dengarkan adalah Alquran atau mendengarkan
ceramah agama, mendengarkan nasyid tidak memberikan manfaat apapun”
Begitu pula dengan melantunkan nasyid, tidak membawa manfaat
bagi pelantunnya kecuali menikmati alunan nadanya saja. Alangkah baiknya jika
ia membaca Alquran, dimana setiap hurufnya mendapat pahala, Alquran
menentramkan hati dan membuka pintu hidayah.
Syaikh Shaleh Al Utsaimin dalam ‘al ajwibah al mufidah’
berkata “nasyid islami adalah bida’h, sama seperti yang diadakan orang-orang
sufi. Oleh karena itu wajib mengalihkannya kepada Alquran dan sunnah”
Sebagian orang menyebutkan nasyid islami dapat menyejukkan
jiwa dan menumbuhkan semangat beribadah atau melakukan kebaikan, apakah ini
benar?
Syaihk Albani dalam ‘Tahrimu alatit tharb’ menyebutkan
“ulama sepakat untuk tidak beribadah kepada Allah taala kecuali dengan apa yang
disyariatkan, nasyid bukanlah cara ibadah”
Berdakwah dan melakukan kebaikan adalah ibadah yang
mendekatkan diri kepada Allah taala, sehingga nasyid tidak pantas dijadikan
sarana untuk beribadah atau motivasi melakukan kebaikan.
Sekali lagi kita sampaikan bahwa apa yang dilakakukan para
sahabat saat berperang untuk membangkitkan semangat, dibaca dengan cara
sendiri, yaitu membaca syair, seperti kita baca puisi atau pantun, bukan
bernyanyi ria sebagaimana yang kita lihat hari ini.
Yang mereka sebut nsayid islami itu biasanya berisi tahmid,
tahlil dan takbir, nama-nama Allah, shalawat untuk Nabi. Pertanyaanya, layakkan
semua itu dibaca dengan suara mendayu-dayu? ibadah macam apakah ini?
Bukankah beribadah dengan bernyanyi adalah cara ibadah kaum Nashrani? Mereka memuji Yesus dan bunda Maria dengan nyanyian, lalu pantaskan kaum muslimin memuji Allah taala dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam seperti cara orang Nashrani?
(Abu Ady)
Komentar
Posting Komentar