Langsung ke konten utama

Identitas dan karakter muslim



Setiap bangsa dan suku memiliki karakter sendiri, begitu juga dengan agama dan pemahaman.

Jerman terkenal dengan kehidupan militernya dan disiplin, Prancis dengan keromantisannya,  Inggris dengan kepercayaan dirinya, Indonesia dangan bangsa yang hormat pada tamu.  Suku Minang terkenal dengan perantauannya, Aceh fanatik agama, Bugis dengan kesukaannya berlayar. (Hamka/Pribadi Hebat : 8-9)



Islam telah membentuk karakter tertinggi dalam sejarah kehidupan, karna visinya adalah "rahmatan lil a'lamin", untuk kebaikan seluruh alam.

Dalam " The power of syahadat" dinyatakan : Seseorang yang telah mengikrarkan syahadat akan memiliki identitas dan karakter diri yang jelas dan kokoh. Ia menjadi pribadi yang tamayyuz (spesifik) dan segera terbedakan dengan yang lain.

 Seseorang yang berikrar syahadat akan tercelup dalam warna ketuhanan dan kenabian dalam segala aktivitas hidupnya.

Keimanan yang diikrarkan dengan kalimat syahadat akan membuahkan karakter diri, sebagaimana manusia dengan berbagai macam ideologinya akan memiliki batas-batas identitas yang jelas dan membedakan mereka dari yang lain.

Seseorang yang terwarnai dalam ideologi kapitalisme akan melahirkan pandangan, sikap hidup dan tingkah laku yang sesuai dengan prinsip kebendaan. Demikian pula jika seseorang terwarnai dalam ideologi sosialisme atau komunisme, akan melahirkan pandangan, sikap hidup dan tingkah laku yang khas sesuai tuntutan ideologi tetsebut.

Kalimat syahadat melahirkan pandangan, sikap hidup dan prilaku yang Rabbani. Cara berfikir, sudut pandang, cara merasakan, cara menikmati, sampai pada hal-hal praktis aplikatif dalam kehidupan seperti perkataan, perbuatan, penampilan dan selera akan terwarnai dalam keimanan kepada Allah. Inilah identitas yang sangat jelas dan kuat pada setiap orang yang mengikrarkan syahadat.
(Muhammad Jaya/The Power of Syahadat:108-109)

Seperti inilah hendaknya seorang muslim, dari identitas islamnya itu lahirlah karakter yang terang bagai matahari dan bulan pada siang dan malam hari.

Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam - dinyatakan oleh Aisyah - radiyallahu an'ha - bahwa karakternya adalah Alquran. Dan Beliau adalah qudwah hasanah bagi seluruh alam, sehingga pantaslah kita mengikutinya, bahkan wajib karna mengikuti Beliau dan Para sahabatnya adalah perintah.

Karakter umat ini haruslah dibentuk oleh Alquran dan  as-sunnah, jika tidak dari keduanya maka akan dibentuk oleh landasan selainnya dan itu tidak dapat tidak. Karna jika seorang tidak merujuk kepada dua pusaka itu, mau tidak mau ia akan merujuk pada selain keduanya.

Pada hari ini sebagian orang yang menyandarkan diri ke islam, memiliki sebutan muslim hanya di "kartu identitas" saja, namun tidak tercermin dalam ucapan dan perbuatannya, karakternya sebagai muslim tidak terlihat meskipun sedikit.


Inilah tugas para orang tua, mereka memilki tanggung jawab penuh dalam membentuk karakter anak masing-masing, dibantu oleh guru disekolah. Begitu juga menjadi tanggung jawab para da'i dan lembaga islam, dan pada akhirnya, ini adalah tanggung jawab kita bersama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajib Diketahui Oleh Pecinta Sepak Bola...

Ada apa dengan kostum sepak bola? Sepak bola merupakan olah raga yang paling banyak penggemarnya, setiap penggemar memiliki klub dan pemain faforit. Terkadang semua aksesoris yang bertuliskan nama dan gambar klub atau pemain idolapun menjadi koleksi wajib bagi para pecinta sepak bola. Nah, bagaimana bila kita sebagai seorang muslim menjadi penggemar klub  atau pemain yang kafir kemudian membeli pernak-pernik yang berkaitan dengan mereka terutama kostum yang mengandung unsur atau lambang agama dan keyakinan mereka seperti lambang salib dan setan merah? Jika kita perhatikan terdapat beberapa kostum tim sepak bola yang mengandung unsur salib seperti Barcelona, AC Milan, Timnas Brazil, Timnas Portugal, Intermilan, sedangkan lambang setan terdapat pada  MU.  Meskipun begitu masih banyak kaum muslimin yang tidak memperdulikan hal ini khususnya Indonesia. Berbeda dengan dua Negara bagian Malaysia beberapa tahun yang lalu telah melarang hal ini. Dewan Keagamaan Johor d

Mengisi Ramadan dengan nasyid

  Dalam KBBI nasyid diartikan sebagai lagu yang mengandung unsur keislaman, sedangkan dalam kamus “ Lisanul Arab ” nasyid artinya menyanyikan syair. Dari dua pengertian ini dapat kita pahami bahwa nasyid adalah lagu atau nyanyian. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Hakim hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya bahwa nasyid yang sekarang itu adalah nyanyian, bukan seperti yang dibaca oleh para sahabat saat menggali parit atau saat perang, yang mereka baca adalah syair.     Kita sama-sama tahu bahwa membaca syair oleh orang arab memiliki cara tersendiri, jika dicari persamaannya di Indonesia maka membaca syair serupa dengan membaca pantun atau puisi. Apakah membaca puisi atau pantun sama dengan cara menyanyikan nasyid atau kasidah itu? Jawabnya jelas tidak sama. Lalu apa hukum menyanyikan nasyid? Syaikh Shaleh Al Fauzan hafizhahullah dalam sebuah video tanya jawab menyebutkan “kami tidak menemukan pensyariatannya, jika nasyid tersebut tidak disandarkan

Kita pasti berpisah, semoga esok kembali berkumpul

Dalam menjalani kehidupan ini terkadang kita harus pergi, pergi jauh dari kampung halaman. Banyak tujuan yang kita bawa, ada yang menuntut ilmu, ada yang mencari nafkah dan tujuan lainnya. Walau apapun tujuannya, ke manapun perginya, pasti ia merindui kampung halamannya, pasti ia merindukan orang-orang yang disayangi, ingin kembali berkumpul dengan keluarga, sebab di sana ada kebahagiaan. Keindahan dan kedamaian itu ada di kampung halaman, ketika hati gelisah maka pulanglah, ada orang tua di sana, ada sanak saudara, ada sawah yang berjenjang dilengkapi burung-burung yang berbondong, ada sungai  beserta suara gemerciknya dan bebukitan dengan pohong-pohon yang menghijau. Indah dan damai.   Kita pasti kembali   Ibnu Umar  rhadiyallahu anhuma   berkata bahwa Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam   bersabda :   كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاء