Pada pertengahan tahun 2012 lalu,
Saya melaksanakan kegiatan Safari Ramadhan kesalah satu desa di Kab. Asahan,
Sumatera Utara.
Desa yang berpenghuni 111 Keluarga itu memberikan pengalaman sangat
banyak untuk kami yang melaksanakan tugas kampus itu.
Dari 111 keluarga hanya 8 keluarga saja yang islam, itupun rata-rata
muallaf. Maka pantaslah rasanya jika disamping masjid desa itu terdapat kandang
babi dan warung tuak, setiap pagi kami mendengar cicitan anak-anak babi putih
berebut makanan, sedangkan pada malam hari terdengar musik yang keras dan aroma
miras yang menyengat, ditepi jalan beberapa puluh meter dari sana terdapat pula
warung tuak, tak jauh dari sana nampak daging babi yang bergantungan untuk
dijual, tentunya ini tidak Saya temui di Ranah Minang.
Didepan masjid terdapat sebuah rumah muslim, mereka dulunya beragama
kristen. Namun hari ini, keluarga itu termasuk yang membela islam di desa
tersebut.
Sayapun tertarik dengan kisah keislaman satu keluarga itu, kepala
keluarga tersebut menuturkan "dulu kami tinggal di Aceh, kami tinggal
dipemukiman muslim. Para tetangga sering memberi kami masakan mereka, seperti
kue atau lauk yang mereka masak sendiri. Kami menerima dengan senang hati, kami
sangat bahagia dengan sikap dan kepedulian mereka pada kami.
Saat kami membuat makanan, kami ingin membagikannya pula untuk mereka,
namun mereka menolak, karna bisa saja pada makanan yang kami beri itu telah
tercampur dengan benda haram yang tersisa pada bejana kami, seperti sisa babi
yang kami masak.
Hal ini membuat kami terpukul, kami bisa menerima tapi tidak bisa
memberi!
Salah seorang diantara mereka menyarankan pada kami untuk masuk islam,
dia berkata "sebaiknya kalian masuk islam saja, kalau kalian meninggal
siapa yang mengurus jenazah kalian, kami orang islam tidak mungkin
rasanya"
Betul juga ucapnya dalam hati, apalagi ia melihat keindahan akhlakh para
tetangganya itu, akhirnya ia memutuskan masuk islam, diikuti oleh istri dan dua
orang anaknya. Karna perang antara TNI dan GAM berkecamuk saat itu, maka mereka
memutuskan untuk kembali pulang ke Asahan, Sumatera Utara.
Dikampungnya ia sekeluarga dipaksa oleh kerabatnya kembali memeluk
kristen, dengan tegas ia menolaknya.
Pada suatu hari ia duduk-duduk bersama orang kampung di warung, salah
seorang yang ada disana bertanya "mengapa kamu masuk islam?" dengan
lantang ia menjawab "dulu aku beragama kristen karna aku bodoh, sekarang
aku sudah tau membedakan antara yang benar dan yang salah"
Mendengar jawaban itu banyak yang tersinggung, "jadi kamu
mengatakan kami ini bodoh semua!" ucap mereka dengan nada marah.
Dia menuturkan " mereka marah padaku dan berdiri seperti ingin
berkelahi, akupun berdiri pula menerima tantangan mereka, walaupun tubuhku
kecil dan sendiri, aku tidak takut berhadapan dengan mereka untuk membela agama
yang haq ini. Untunglah ada orang yang menengahi perselisihan kami sehingga aku
tidak jadi mereka keroyok"
Pada kesempatan lain, istrinya berkisah tentang Sang suami :
"diladang ia selalu melaksanakan shalat wajib dipondok kecil punya kami,
setiap shalat ada saja orang yang menganggunya. Akhirnya ia mendirikan bangunan
seperti sebuah menara yang tinggi di ladang kami, diatas sana ia
mengumandangkan azan dan melaksnakan shalat dengan tenang. Kami heran,
bagaimana caranya ia membangun tepat ibadah setinggi itu"
Saat kami ke desa itu, mereka tidak lagi diganggu, mereka bebas
beribadah dimana saja dan kapan saja. Sangat terlihat kegembiraan diwajah
mereka saat menceritakan keislaman mereka.
Komentar
Posting Komentar