Peranan lidah dan pena adalah sama yaitu
menyampaikan pesan kepada sasaran yang dituju, pesan itu hendaklah
menggambarkan apa yang tersimpan dalam benak, perasaan atau pikiran sipenyampai
pesan. Jika ia menyampaikan suatu yang berbeda dengan apa yang diyakininya
benar maka ia adalah penghianat.
Pembicara atau penulis yang baik adalah
yang mampu menjadikan sasaran dapat menghayati perasaannya atau menikmati
ilmunya, ini bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan oleh semua orang.
Sebelum menulis mari renungkan beberapa
hal berikut :
Pertanggungjawan lisan dan tulisan
Sebagaimana lidah yang memiliki amanah
yang Allah bebankan kepada pembicara maka demikian jugalah para penulis.
Allah taala berfirman :
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ
إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tak satupun ucapan yang dilafazkan
kecuali ada malaikat pengawas yang senantiasa menulisnya ( Qs. Qaf : 18)
Bahkan kadang kala, tanggung jawab
penulis jauh lebih berat. Perkataan buruk yang terucap mungkin hanya berakhir
dalam satu majlis atau tersebar di masyarakat dalam tempo waktu tertentu. Namun
sebuah buku atau tulisan di media mungkin diwarisi dari generasi ke generasi,
sedangkan kadar dosa yang ditanggung seseorang berdasarkan kadar keluasan
daerah dan jangka waktu tersebarkannya keburukan itu.
Sepatah ucapan atau satu kata yang
ditulis dapat menyelamatkan individu bahkan sebuah negara, begitu pula
sebaliknya. Ini mencakup pidato, ceramah, bisikan, surat menyurat, pesan WA,
sms, iklan, buku dan lainnya.
Pena jujur bukan pedang Si Zalim
Pena yang amanah bagaikan pedang
keadilan yang hanya menghukum yang zalim dan mempertahankan yang benar, berbeda
dengan pedang si zalim yang tidak perlu bertanya tentang salah atau benar dan
bukti untuk menebas sesuka hatinya, dia hanya perlu tahu siapa yang ada di hadapannya,
orang yang ia suka atau dibenci.
Allah taala berfirman :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟
كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ
شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ
لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman,
senantiasalah kalian menjadi penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi
saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorongmu untuk tidak berbuat adil. Berlaku adillah, karena ia lebih
mendekati ketaqwaan, bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap
apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al Maidah : 8)
Penulis bukan alat perekam
Penulis bukan pelapor, yang menyampaikan
setiap yang diterimanya tanpa memilih antara kebenaran dan kebatilan.
Rasulullah shalallahu alaihis salam
bersabda :
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ
بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Cukuplah seseorang dianggap pendusta
apabila ia menceritakan setiap yang didengarnya. (Hr. Muslim)
Penulis bukan penjual kebenaran
Pena yang menulis atas kehendak orang
lain sedangkan empunya tahu bahwa apa yang ia tulis itu menyingkirkan
kebenaran, hakikatnya seperti wanita penjaja tubuh yang memuaskan nafsu orang
lain untuk memperoleh upah atau bayaran yang diharapkan. Demikianlah penulis
yang menggunakan kepandaiannya mengatur rangkap ayat dan bahasa demi memuaskan
kehendak orang lain karna mengharapkan sesuatu.
Takwa pemandu pena
Apabila ilham datang dan semangat
mengundang, maka pena penulispun menari di atas kertas. Jika tidak
berhati-hati, dengan derasnya ide yang mengalir dapat membuat ia lupa terhadap
keterpautannya bahwa semua akan dipertanggung jawabkan pada hari kiamat. Dia
mungkin hanya menganggap tulisannya hanya sekedar coretan pena saja atau cuitan
belaka di dunia maya, lalu dia lupa ada pihak yang mungkin tercedera tanpa dosa
atau tertekan tanpa kesalahan.
Pesan untuk pemegang pena yang terhunus
Wahai penulis, apa yang engkau tulis di atas
lembaranmu, ia ditulis di sisi Tuhanmu! Maka ketika tanganmu mencatat di bumi,
jiwamu hendaklah mendongak kelangit tinggi!
Disarikan dari tulisan Dr. Mohd Asri bin
Zainul Abidin yang berjudul "Tangan mencatat di bumi jiwa mendongak
kelangit" dengan perubahan seperlunya
Menulis adalah jalan dakwah
Tarikh Islam telah menorehkan bagaimana
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengirim surat kepada raja-raja untuk
mendakwahi mereka menuju tauhid, para ulama dan pejuang Islam dalam mempertahankan agama ini,
menyebarkan dien rahmatan lil a'lamin. Kalau bukan karena kesungguhan pejuang
itu takkan ada tafsir Ibn Katsir, takkan ada Shahih Bukhari dan Muslim, takkan
kita jumpai Al Um dan sebagainya.
Berdakwah dengan tinta adalah jejaknya
para Ulama, maka ikutilah langkah mereka agar kita mendapatkan kemuliaan.
Dan ingat sebuah syair yang berbunyi :
ما من كاتب إلا سيفنى ويبقى الدهر ما كتبت يداه
فلا تكتب بخطك غير شيء يسرك يوم القيامة أن تراه
Semua penulis pasti binasa, namun tulisannya senantiasa ada
Janganlah torehkan penamu kecuali untk kebahagian di hari
kiamat kelak
(Abu Ady)
Komentar
Posting Komentar