"Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara
sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka." (HR.
Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).
Akhi dan Ukhti fillah……..sungguh
merupakan kewajiban setiap dari kita untuk selalu berusaha menjadi hamba ALLAH
dan ummat RASULULLAH shallallahu ‘alaihi wasallam yang bertaqwa. Diantara
caranya adalah dengan selalu berhati-hati dalam bertutur kata, yang terkadang
lisan kita tak mampu menjaga rambu-rambunya, begitu juga dengan hawa nafsu yang
tidak ingin mengalah,yang akhirnya membuat kita rela untuk berkata sekehendak
lisan dan hawa nafsu kita sebagai bentuk pembelaan dan pembenaran diri walau
rela dengan berkata dusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka
perkara ini perlu kita perhatikan dan pahami sehingga kedepannya kita dapat
menjauhi hal yang demikian,karena sungguh berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah termasuk dosa besar, bahkan hal
tersebut dapat mengantarkan kita kepada kekufuran wal’iyaadzu billah.
Sebagaimana Al-Imam Adz Dzahabi
dalam kitab beliau Al Kabair (mengenai dosa-dosa besar) berkata,
“Berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu bentuk
kekufuran yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Tidak ragu lagi bahwa
siapa saja yang sengaja
berdusta atas nama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal berarti ia melakukan kekufuran.
Hadis yang senada,diriwayatkan dari
Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ
عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya berdusta atas
namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta
atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di
neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).
Dari ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ
الْكَاذِبَيْنِ
“Siapa yang meriwayatkan
dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah
seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).” (HR. Muslim dalam
muqoddimah kitab shahihnya pada Bab “Wajibnya meriwayatkan dari orang yang
tsiqoh -terpercaya-, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 39. Al Hafizh Abu
Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Akhi dan ukhti fillah,Setelah
membawakan hadits-hadits di atas, Al-imam Adz Dzahabi berkata: “Dengan ini menjadi
jelas dan teranglah bahwa meriwayatkan hadits maudhu’ -dari perowi pendusta-
(hadits palsu) tidaklah dibolehkan.” (Lihat kitab Al Kabair karya Imam Adz Dzahabi, terbitan
Maktabah Darul Bayan, cetakan kelima, tahun 1418 H, hal. 28-29).
Dan akhirnya kita berdoa kepada
ALLAH agar tetap menjadikan kita sebagai hambaNYA yang mendapatkan perlindungan
dari hal-hal yang dapat menjerumuskan kita kedalam api neraka,karena
sesungguhnya ialah RABB yang maha kuasa akan segala sesuatu.Amiiiiiiin…….
NB :Pembahasan ini bermaksud menunjukkan bahayanya menyampaikan
hadits-hadits palsu yang tidak ada asal usulnya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh : Ikhwanul Muslim
yang dipublikasikan di Bulettin An-nur
Komentar
Posting Komentar