Kata Syukur sering kita ucapkan dan sering
pula kita dengar, namun syukur itu sendiri susah untuk dipraktekkan. Jika kita
buka lembaran sejarah, ketika Nabi Muhammad Shallallhu A’laihi Wasallam
bersabda ketika Aisyah –Ridiyallahu A’nha- “kenapa engkau menyibukkan diri
dengan ibadah, sedangkan semua dosamu sudah diampuni?” Beliau menjawab “tidak
pantaskan aku menjadi hamba yang bersyukur?”
Abu Kilabah seorang ulama yang zuhud selalu
berucap “alhamdulillah” padahal dia tidak punya kaki dan tangan, dia juga buta.
Dia ditanya “kenapa engkau selalu mengucapkan Alhamdulillah, sdengakan
keadaanmu menyedihkan seperti ini” ia
menjawab “aku bersyukur masih diberi akal, masih diberi lisan yang bisa
berzikir kapada Allah”
Sekarang kita lihat bagaimana aplikasi Syukur
itu dalam kehidupan sehari-hari, Saya akan sebutkan beberapa sikap orang-orang
yang berinteraksi langsung dengan Saya dalam beberapa permasalahan.
Setelah Saya lulus kuliah saya menghubungi
seorang teman yang diutus untuk bekerja di daerah lain, dalam kesempatan itu
Saya menanyakan tenttang gaji padanya dia menjawab “Ma’as Syukur Yakfiny” yang
artinya dengan bersyukur cukup bagiku. Dia tidak mengatakan jumlahnya, yang dia
katakan adalah syukur. Saya tidak menyangka akan mendengar kata-kata ini
darinya, karna sebagian kawan mengeluh dengan upahnya yang menurut mereka kecil.
Bulan baru sudah menyapa, gaji untuk satu
bulanpun berada ditangan. Diruang kerja kami melihat-lihat slip gaji dan menghitung
pengeluaran bulan ini, sebagian teman berkata “uang saya hanya tinggal sekian, untuk
bayar biaya ini sekian, bayar utang pada sifulan sekian, untuk itu sekian” dia
terlihat mengeluh dengan apa yang dia peroleh. Saya ambil pulpen dan secarik
kertas dan Saya tulis pengeluaran saya yang akan dipenuhi dengan gaji bulan
tersebut, hasilnya Saldo Saya minus. Saya tersenyum dan perlihatkan pada teman
tersebut, dengan maksud mengatakan bahwa kamu lebih beruntung daripada saya.
Salah seorang teman berkata “pekerjaanku tidak
cocok dengan pendidikanku” dia mengeluhkan bidang pekerjaan yang digelutinya
karna tidak sesuai dengan Ijazahnya. Saya jawab “teman, kamu masih beruntung.
Kamu bekerja dibagian yang kamu suka, kamu juga memiliki kemampuan didalamnya.
Sedangkan aku diletakkan pada pekerjaan yang tidak aku sukai dan aku juga tidak
memiliki basic tentang pekerjaan tersebut. Seandainya aku diletakkan dibagian
pertamanan dan aku memiliki bakat tentang hal itu, tentulah aku akan memilih
berkotor-kotor ditaman daripada dikantor yang aku tidak memiliki minat dan
bakat dalam bidang pekerjaan yang aku geluti. Biarlah Ijazah Sarjanaku itu
menganggur, asalkan aku bekerja pada pekerjaan yang aku mampu mengembangkan
diriku didalamnya dan bisa mengembangkan dan meningkatkatkan kualitas bagian
pertemanan”
“keadaanku menyedihkan, orang tuaku tidak mau
menyekolahkanku” ucap salah seorang kerabat Saya. “kamu kenal ibuk Fulanah?”
tanya Saya. “bagaimana ibuk tersebut memperlakukan anak-anaknya?, mereka yang
masih SD tidak dikasih makan, lauk dan nasi disimpan dikamarnya kemudian
dikunci. Kalau mau makan cari sendiri, padahal mereka masih anak-anak.
Sedangkan kamu bisa makan sepuasnya, orang tuamu tidak menyekolahkanmu bukan
karena tidak mau, tapi keadaan yang membuatnya seperti ini”
.
Mungkin kebanyakan kita belum menemukan orang
tua yang seperti ini, orang tua yang tidak memperdulikan anak-anaknya, Saya
sudah menyaksikan dua orang ibu yang tidak menyayangi anak-anaknya. Sehingga
anak-anaknyapun membenci ibunya, Saya mengetahui hal ini karna Saya berteman
dengan anak-anak mereka. Maka janganlah mengeluh jika orang tua kita tidakmenyekolahkan
atau menguliahkan kita karna faktor ekonomi yang tidak mendukung atau tidak
membelikan barang-barang yang kita inginkan. Kasih sayang dan perhatian dari
orang tua takkan ternilai dengan apapun, mereka akan memberikan apa saja yang
mereka mampu untuk kebaikan dan kebahagian sang anak.
Seorang
nenek menyampaikan keluhannya pada Saya “hah, beginilah kalau sudah tua. Mau
jalan susah, duduk sakit-sakit, mau tidur tidak tenang”. Saya jawab “Buk, ibuk
masih beruntung karna ibuk masih punya
Suami, Anak-anak ibuk masih sering mengunjungi ibuk. Coba lihat, Nenek
Fulanah, dia hidup sendirian dan umurnyapun lebih tua dari ibuk”. “ya kamu
benar nak, Ibuk masih beruntung maka sepantasnyalah ibuk bersyukur” balasnya.
Terakhir Saya sampaikan tentang diri Saya sendiri,
Mungkin kata ganti “Aku” lebih cocok digunakan disini.
Pada tahun 2005 Aku ditimpa penyakit lumpuh,
seluruh tubuhku tidak bisa digerakkan kecuali bagian kepala saja. Saat itu Aku
kelas 1 SMP, hasil analisa sementara Rumah Sakit menyatakan kalau Aku terkena Polio atau lumpuh layu yang
sedang merebak. Pada saat itu belum ditemukan obat untuk mengobati Polio atau
lumpuh layu dan sampai sekarangpun Aku belum mendengar ada penderita Polio atau
Lumpuh layu yang sembuh dari penyakitnya. Tentunya kabar dari Rumah Sakit
mematahkan semangat hidupku, bagiamana tidak, Aku harus menghabiskan sisa
hidupku diatas ranjang penantian. Menantikan malaikat maut untuk mambawa ruhku
ke alam Baqa. Cita-citaku gelap, jalanku menuju sukses tertutup, bungaku kan
dipetik orang, Kewibawaanku hilang, tiada masa depan untukku, aku tidak bisa
membangun keluarga, tidak akan memiliki anak, sekolahku terhenti, pokoknya
hanya gelap dan sedih jika bicara tentang sicacat sepertiku.
Beberapa hari dirumah sakit aku dibawa Pulang
orang tuaku karna kekurangan dana, hiduplah aku saat itu seperti bayi, bahkan
lebih parah lagi. Mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali aku bergantung
pada orang lain, yang paling menyedihkan, jika aku ingin buang air, atau
gatal-gatal tidak ada orang yang bisa membantuku, aku hanya berusaha menahannya
sampai ada orang datang. Anak-anak mempermainkanku, mereka pegang telingaku,
mencentil kepalaku kemudian lari, teman-teman dan sebagian orang yang tidak
berpendidikan mngejekku dengan berbagai macam “sebutan” untuk orang cacat.
Kesedihan orang tuaku begitu dalam, mereka berusaha keras untuk menyembuhkanku.
Pertanyaannya, seandainya Anda berada diposisi
Saya yang lumpuh diusia dini, bagaimana perasaan Anda? Putus asa? Atau Frustasi?.
Sekarang pertanyaan tentang Saya saat itu, apakah Saya
bersedih? Ya, Saya Sangat sedih, apakah Saya menangis? Tentu, bagaimana mungkin
Saya mampu menahan air mata Saya dalam keadaan seperti itu. Apakah Saya Putus
Asa?, Tidak, sama sama sekali tidak. Saya akan terus berdoa dan berusaha untu
kesembuhan Saya. Bagaimana perasaan Saya saat itu? “Saya bersyukur karna Saya
tidak kehilangan Aqidah Saya yang menjadi kunci selamat diakhirat dan tidak
kehilangan Akal Saya yang menjadi kunci selamat didunia”.
Biarkan anak-anak itu mempermainkan Saya,
biarkan orang Jahil mengolok-ngolok Saya, Saya Yakin ada hikmahnya dari apa
yang Saya derita. Jika Allah berkehendak Saya sembuh maka Saya akan sembuh. Dan
Alhamdulillah dalam jangka waktu beberapa bulan Saya mulai berangsur sembuh,
beberapa tahun berlalu hingga hari ini dipengakhir tahun 2016 sudah 95 Persen
kesembuhan pada tubuh Saya.
Pertanyan terpenting dan merupakan tujuan dari
penuturan kisah diatas, bagaimana
caranya anak kecil yang baru berumur 13 tahun bisa menerima musibah besar yang
menimpanya dengan lapang dada dan menyempatkan diri untuk bersyukur? Jawabannya adalah “iman dan taqwa”. Kita
meyakini bahwa frekuensi iman itu naik
turun, setelah Saya lulus SD, Saya rajin kemesjid disana Saya belajar dengan
seorang Ustad, setiap selesai shalat Saya mendengarkan Nasehat dari beliau,
hingga hati Sayapun terikat kepada Masjid, hati Saya selalu Rindu kepada
nasehat dan pituah-pituan Sang Ustad. Tiada tempat yang paling tentram dan
nyaman bagi Saya saat itu kecuali Masjid. Kurang lebih setaun lamanya yaitu
dari awal kelulusan Saya dari SD sampai akhir semester 2 di SMP Saya selalu
shalat dimasjid kecuali Shalat Zhuhur karna Saya mengakhirkannya sampai pulang
sekolah.
Harapan terbesar Saya ketika Saya lumpuh
tersebut cukup sederhana, Saya selalu berdoa agar bisa pergi ke masjid, tidak
masalah harus pakai tongkat atau membutuhkan waktu lama, Yang penting Saya
sampai di masjid. Sesungguhnya Allah taala Maha Pengasih, Maha Penyayang, Saya
bukan hanya bisa kemasjid tapi bisa kemana saja yang Saya Inginkan jika Allah
mengizinkan. Tapi sayangnya setelah Saya sembuh, iman Saya menipis, Kerinduan
pada masjid ditiup angin, Shalatpun sudah ditinggalkan, karna saat Saya Lumpuh
Saya tidak Shalat karna kata Ayah Saya susah mengurusi Saya 5 kali sehari untuk
Shalat, sebaiknya tunggu sembuh saja. Maklumlah Ayah saya tidak begitu memahami
pentingnya Shalat, disini Saya baru bersedih yang lebih dalam dari kesedihan
atas penyakit yang menimpa Saya, awalnya Saya tetap Shalat tampa Whudu atau
Tayamun dan tanpa menghadap kiblat, namun lama-kelamaan Saya mulai meninggalkan
Shalat.Tapi Alhamdulillah sejak tahun 2011 silam Saya mulai melaksanakan Shalat
dengan teratur.
Kembali kelembaran sejarah, ketika Shakhar saudara Khansa’ – Radiyallahu Anha-
meninggal dalam perperangan diantara suku arab ia melantunkan sair meratapi
kepergian saudaranya yang artinya “kalau bukan karna banyaknya orang-orang yang
meratap disekitarku, tentulah aku sudah bunuh diri” ia sangat bersedih karna
Shakar adalah saudara yang paling disayangaginya. Pada saat itu beliau belum masuk
Islam. Keadaan berbalik 180 derajat setelah iman mengalir dalam darahnya,
pada suatu perang antara kaum muslimin melawan orang kafir dikabarkan padanya
bahwa empat orang anaknya meninggal dunia sekaligus dalam peperangan yang
mereka ikuti.
Bagaimanakah sikapnya? Dia meratap seperti
saat saudaranya meninggal? Dia berucap “ Segala puji bagi Allah yang telah
memuliakanku dengan Syahidnya mereka”. Kahnsa’ bersyukur karna iman danTaqwa
telah menjadi pakaiannya.
Ingatlah selalu hadist Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam “sungguh betapa
beruntungnya orang Mukmin, jika dia ditimpa kesusahan maka dia bersabar dan itu
baik baginya. Dan jika dia diberi kesenangan maka dia bersyukur maka itu baik
baginya”
Jika Anda ditimpa penyakit, ingatlah bagaimana Nabi Ayub Alaihissalam, Jika Anda belum Punya Anak, Ingat Nabi Ibrahim dan Zakaria, Jika Anda terbuang dan tidak punya keluarga Ingatlah Nabi Yusuf dan Salman Alfarisi, Jika Anda di Usir dari kampung, Ingat Imam Ibnu hazm. sungguh jika kita membaca sejarah para nabi dan sahabat, serta ulama pastilah kita dapati perkara mereka lebih besar dari pada kita.
Mereka yang susah punya anak, setelah bertahun-tahun menunggu dan sang istri hamil, ternyata Allah menakdirkan kalau anak mereka meninggal sebelum dilahirkan.
Ibu yang meninggal, bahkan kedua orang tua meninggal saat ia masih balita,
Banyaknya anak-anaknya yang gila atau idiot karna faktor keturunan,
Mengurus Ibu yang struk dan tidak bisa berbuat apa-apa, ditambah 3 orang keponakan karna orang tuanya meninggal dan 1 orang adik yang masih kecil.
Saya saksikan sendiri bagaimana mereka menjalani semua itu, dan saya rasa tidak perlu memperpanjang tulisan ini dengan penjelasan tentang kehidupan mereka. cukuplah bagi kita mengetahui bahwa sepantasnya kita bersyukur dengan apa yang kita peroleh.
Jika Anda ditimpa penyakit, ingatlah bagaimana Nabi Ayub Alaihissalam, Jika Anda belum Punya Anak, Ingat Nabi Ibrahim dan Zakaria, Jika Anda terbuang dan tidak punya keluarga Ingatlah Nabi Yusuf dan Salman Alfarisi, Jika Anda di Usir dari kampung, Ingat Imam Ibnu hazm. sungguh jika kita membaca sejarah para nabi dan sahabat, serta ulama pastilah kita dapati perkara mereka lebih besar dari pada kita.
Mereka yang susah punya anak, setelah bertahun-tahun menunggu dan sang istri hamil, ternyata Allah menakdirkan kalau anak mereka meninggal sebelum dilahirkan.
Ibu yang meninggal, bahkan kedua orang tua meninggal saat ia masih balita,
Banyaknya anak-anaknya yang gila atau idiot karna faktor keturunan,
Mengurus Ibu yang struk dan tidak bisa berbuat apa-apa, ditambah 3 orang keponakan karna orang tuanya meninggal dan 1 orang adik yang masih kecil.
Saya saksikan sendiri bagaimana mereka menjalani semua itu, dan saya rasa tidak perlu memperpanjang tulisan ini dengan penjelasan tentang kehidupan mereka. cukuplah bagi kita mengetahui bahwa sepantasnya kita bersyukur dengan apa yang kita peroleh.
Memang syukur merupakan nikmat terbesar dari
Allah taala yang patut kita Syukuri. Semoga kita termasuk kedalam hamba-hamaba
Allah yang bersyukur Amin
Komentar
Posting Komentar