Langsung ke konten utama

Banjir itu>>>



Sejak  siang hari kampung kami yang diapit oleh dua bukit diguyur hujan, kampung yang jauh dari keramaian, tidak kenal hiruk pikuk kota yang menyesakkan nafas. Sampai senja menjelang tiada juga tanda hujan akan berhenti, sungai yang berada dibelakang rumah  "Tek Jaih" memperlihatkan taringnya, airnya mulai menapaki pemukiman warga. Ah banjir, ya banjir kembali menimpa kami. Sebenarnya kami sudah terbiasa dengan yang namanya banjir namun kali ini terasa agak berbeda, seolah ada awan keresahan menaungi kami dan gelisah mengerayangi setiap mata yang melepaskan pandang keluar rumah. Entah apa yang akan terjadi, akankah dua bukit yang mengapit kampung kami akan menimbun rumah penduduk? Ataukah akan tenggelam semua warga pada malam ini?


Senja sudah berlalu, malampun mulai menyapa hati-hati yang dibalut rasa yang tidak jelas wujudnya. Air semakin tinggi, rumahku biasanya menjadi langganan luapan zat cair yang menghancurkan keperkasan Firaun dan pasukannya, sebuah makhluk yang melenyapkan kaum Nuh dahulu kalanya. Akankah kami akan binasa? Semoga keresahaan ini hanya sekedar rasa yang tiada terasa.

Hujan terus memperlihatkan keperkasaannya, sekarang ia ditemani angin deras seolah mengejek kami yang berada didalam rumah. Petir, dan gemuruhpun saling bersahutan. Ibuku mengidap penyakit jantung, ia terlihat begitu ketakutan. Aku masih lemah, aku belum mampu berjalan dngan baik. bagaimana pula aku membantu ibuku jika banjir mengamuk menghempaskan amarahnya sedangkan diriku sendiri tak bisa aku ajak kompromi.

Kakakku paling tua yaitu "Ni Mai" baru pagi kemaren melahirkan anaknya yang keempat namanya Sabrina, anaknya begitu rapat. Bayi yang baru berumur satu hari itu dijaga oleh kakakku "Ni Ta". "apalah yang bisa dilakukan oleh dua orang tua yang telah ditinggalkan kekuatanya, dan apalah yang bisa dilakukan seorang wanita yang baru saja melahirkan kemaren, dan aku seorang remaja yang tiada berdaya apa yang akan aku lakukan jika ketakutan itu benar-bemar terjadi. Hanya Ni Ta harapanku, tapi apalah dayanya, bisa menyelamatkan dirinya saja itu sudah menjadi suatu kebanggaaan." Ucapku dalam hati.

Air sudah merayap kedalam rumah, ayahku dan kakakku menutup pintu rapat-rapat dan menyumbat lobang dan celah disudut-sudut pintu dengan kain. Sebenarnya dibagian luar sudah ditutup yaitu diteras yang ditinggikan tapi kenapa air masuk sampai keruang depan? Setelah pintu ditutup dan celahnya disumbat ayah dan kakakku meletakkan barang-barang yang berat dibelaknganya untuk jaga-jaga jika penutup depan jebol, pintu rumah kami tetap tertutup. Setelah itu kami pergi kebelakang atau kedapur.

Suara air disamping rumah kami terdengar begitu jelas, air itu berada diantara rumah kami dan mesin gilingan padi milik Pak Syarqawi. Sungguh sangat deras seolah ia berlomba dengan angin yang dari tadi belum reda jua. Kami tidak bisa kemana-mana. Kami terdiam, air merambat sampai kedapur aku melihat ketiga orang keponakanku ketakutan dan mereka menggigil kedinginan, Ni Ta menggendong keponakan kami yang berumur satu hari itu. Aku lupa dengan ibuku entah dimana dia berada, ayahku terlihat berfikir keras bagaimana caranya menyelamatkan kami, disaat kami dalam keadan cemas, bingung  dan tidak tau berbuat apa terdengar suara yang menyentakkan lamunan kami "brakkkk.... barakkkkk....." pintu depan kami jebol dan kursi sofa sebagai penopangnya bergelinding masuk kedalam rumah bersama derasnya air yang keruh penuh lumpur. Jantungku berdebar ketakutan, akhirnya terjadi juga yang aku khawatirkan.

Karna terdesak ayahku memerintahkan kami memanjat bak besar dengan tinggi sekitar dua meter yang berada disudut ruang belakang, satu persatu kami dianaikkanya. Aku tidak tega melihat kakakku yang baru saja melahirkan, ia masih lemah tapi apa boleh buat tidak ada jalan lain kecuali disini. Setelah semua berada disana tiba-tiba  salah seorang keponakanku memanggil ibuku, "nek, nenek dimana?" ucapnya dengan bibir bergetar kedinginan. Aku tersentak, ternyata kami telah kehilangan ibu. "Dimana ibu, apakah sakit jantungnya kumat dan....., tidak.... tidak... ibu pasti baik-baik saja" fikirku.

"ibu....., ibu...!!!!!!!!! ucapku keras, ibu tidak menjawab. Ayah juga memanggil ibu, tapi tetap saja tiada jawaban dari ibu. Semua perabot rumah diporak porandakan tamu yang masuk kerumah kami tanpa diundang, ia menyusup merusak ketenangan kami, bahkan ia menanam rasa takut kedalam dada kami. Aku  pandang sekelilingku, semua diam, hanya hening dan wajah pucat yang aku lihat. Aku kembali memanggil ibu dengan suara keras, "ibuuuu............ ibuuuuuuuuuuuuu!!!!!!" berkali-kali aku memanggilnya hingga suaraku serak dan kerongkonganku terasa sakit dan kering. Aku berhenti memanggil ibu, sekarang mataku yang berbicara. Ia melafazkan kata-katanya dengan tetesan-tetesan bening yang menari dipipiku, tetesan hangat membasahi wajahku yang sudah pucat kedinginan.

 Keadaan begitu menakutkan, aku mengira kalau banjir akan menelan kami, air yang masuk kerumah kami disertai dengan lumpur dan sangat deras.

Setelah beberapa jam, air mulai tenang dan menyusut. Kamipun turun dan kami mendapati ibu berada diatas tungku untuk memasak, ia terlihat ketakutan dan Alhamdulillah sakit jantungnya tidak kumat dan yang terpenting kami semua selamat. Besoknya kami mulai membersihkan rumah dari lumpur, banyak orang yang membantu kami. Abangku paling tua "Kak Lim" melarangku untuk ikut membersihkan rumah kami karna keadaanku yang masih lemah.


kisah ini dikutip dari Tulisan Rail Muma dalam "Rindu Ditiup Angin"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajib Diketahui Oleh Pecinta Sepak Bola...

Ada apa dengan kostum sepak bola? Sepak bola merupakan olah raga yang paling banyak penggemarnya, setiap penggemar memiliki klub dan pemain faforit. Terkadang semua aksesoris yang bertuliskan nama dan gambar klub atau pemain idolapun menjadi koleksi wajib bagi para pecinta sepak bola. Nah, bagaimana bila kita sebagai seorang muslim menjadi penggemar klub  atau pemain yang kafir kemudian membeli pernak-pernik yang berkaitan dengan mereka terutama kostum yang mengandung unsur atau lambang agama dan keyakinan mereka seperti lambang salib dan setan merah? Jika kita perhatikan terdapat beberapa kostum tim sepak bola yang mengandung unsur salib seperti Barcelona, AC Milan, Timnas Brazil, Timnas Portugal, Intermilan, sedangkan lambang setan terdapat pada  MU.  Meskipun begitu masih banyak kaum muslimin yang tidak memperdulikan hal ini khususnya Indonesia. Berbeda dengan dua Negara bagian Malaysia beberapa tahun yang lalu telah melarang hal ini. Dewan Kea...

علو الهمة، أهميته وأسبابه

إنَّ رحلة الحياة طويلةٌ وشاقَّةٌ يحتاجُ فيها المسافر إلى ما يحفَظُه في سفَرِه وإلى ما يُعِينه على بُلوغ مَقصِده الآمِن الناعم، وصدَق مَن قال: إنَّ الناس في هذه الرحلة لا يتفاوَتون بالصُّوَر إنما بالهِمَم، والهمَّة هي التي تحثُّ المسافر على السَّير، ولا تجعَلُه ينسى في واحات الراحة والتزوُّد وجهتَه وغايتَه . ويُعرِّف بعضُ العلماء الهمَّة بأنها بمثابة الطاقة الكامنة في ذَواتنا، والتي تدفَعُنا للحركة والعمل، وإذا انطَلقتْ هذه الطاقة من جَوانِب الخير في نفوسنا، كانت الحركة تجاه الخير ومعالي الأمور، وإنْ كان مصدر هذه الطاقة النفس الأمَّارة بالسُّوء فإنَّ الحركة تنصبُّ في الشر، أو في أقلِّ أحوالها تتَّجه نحو خيرٍ ناقص مَشُوب بشرور الشبهات والشهوات . فإنَّ الهمة عملٌ قلبيٌ ، والقلب لا سلطان بعد الله لغير صاحبه عليه ، وكما أن الطائر يطير بجناحيه ، كذلك يطير المرء بهمته فتحلق به لأعلى الآفاق ، طليقة من القيود التي تكبل الأجساد . والهمم تتفاوت حتى بين الحيوانات ، فالعنكبوت مثلاً منذ أن يولد ينسج لنفسه بيتًا ولا يقبل منّة الأم ، والحية تطلب ما حفر غيرها إذ طبعها الظلم ، والغراب ي...

مكافحة الفساد .. عمر بن عبدالعزيز أنموذجا

فحديثنا اليوم  عن صفحة من أعظم صفحات التاريخ الذي عرفته البشرية! نرى من خلالها سيرة إمام عادل، ومجدد مصلح! نرى النزاهة والورع، والعدل والإنصاف تتمثل في رجل يمشي على الأرض! نرى الإصلاح ومكافحة الفساد واقعا منظورا لا كلاما مسطوراً!. حديثنا  عن أمير المؤمنين،  عمرَ بنِ عبد العزيز -رحمه الله-. نشأ عمرُ بن عبد العزيز في بيت المُلكِ والخلافة، فقد كان أبوه عبدُ العزيز بنُ مَروان أميراً على مصر، أكثر من عشرين سنة. فعمر بن عبد العزيز هو ابن القصور، وسليل الأمراء، الذي ارتضع النعيم والرفاهية منذ الصِّغَر، فالصعب له مذلل، والبعيد منه قريب، لا يتمنى شيئاً إلا ناله، ولا يخطر على باله شيءٌ إلا أدركه. ولما توفي أبوه، ورث عمرُ مالا كثيراً، وانتقلَ إلى قصر عمه عبدِ الملك بنِ مروان؛ خليفة المسلمين، فعاش في كنفه، وزوَّجه الخليفةُ ابنتَه فاطمة، وشيد لها قصرا منيفا، وأهداها الجواهر النفيسة والحلي. وكان عمر بن عبد العزيز -رحمه الله- في شبابه من أعطر الناس، وأحسنهم لباساً، وأخْيَلِهِم مشيةً، وكان يبالغ في الزينة والطيب والرفاهية والنعيم والتوسع في المباحات؛ روى هارون...