Langsung ke konten utama

Bolehkan ikut mereyakan Natal dan Tahun baru?


Kita mau ngomongin sesuatu yang berbahaya yang tanpa sadar mengintai akidah kaum Muslimin atas nama toleransi semu. Bahaya yang mengintai setiap bulan Desember dan tahun baru. Yup, bahaya perayaan Natal dan perayaan Tahun Baru.


Suasana natal merebak di sekitar kita. Mal, plaza, hotel, toko, baliho di jalan-jalan raya, sepanjang jalan terlihat semarak menyambut natal dan tahun baru. Tak ketinggalan televisi dan radio juga saling bersaing program natal dan tahun baru. Acara-acara yang tersuguh khas nuansa natal semisal pohon cemara dan pernik-perniknya, lagu malam kudus atau Holy Night dalam versi Inggris-nya dan juga nggak ketinggalan Jingle Bell. Juga ada Sinterklas dan kado-kado.

Karena terbiasanya mereka disuguhi perayaan natal dan tahun baru Masehi, akhirnya merasa seakan-akan perayaan itu adalah bagian dari kehidupan bermasyarakat. Belum lagi para bapak dan ibu yang duduk sebagai pejabat dan mengaku-aku dirinya ulama (Islam Liberal)  mencontohkan diri dengan ikut menghadiri perayaan natal dan tahun baru itu. Akhirnya kaum Muslimin dibuat bingung mana yang hak dan batil karena semua sudah dicampur aduk.

Natal dan tahun baru jelas-jelas budaya dan milik kaum Nasrani. Natal diperingati sebagai kelahiran Yesus yang mereka pertuhankan. Meskipun kita kaum Muslimin mengakui Nabi Isa, tapi tak dibenarkan untuk mengakuinya sebagai Tuhan. Bukan sekadar tak dibenarkan tapi juga haram alias mutlak tidak bolehnya.

Bagaimana sikap kita? Jelas dong, sikap kita sebagai kaum Muslimin untuk tidak mengikuti perayaan itu meskipun sekadar mengucapkan natal dan tahun baru. Lha wong kita tidak meyakini kedua perayaan itu kok mau mengucapkan selamat.

Terkadang seorang muslim juga mengenakan topi dan pakaian Sinterklas didalam suatu pesta perayaan Natal dengan teman-teman atau bossnya, untuk menyambut para tamu perusahaan yang datang atau yang lainnya. Namun demikian topi tidur dengan pakaian merah yang biasa dikenakan sinterklas ini sudah menjadi ciri khas orang-orang Nasrani yang hanya ada pada saat perayaan Hari Natal sehingga dilarang bagi setiap muslim mengenakannya dikarenakan termasuk didalam meniru-niru suatu kaum diluar islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Siapa yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.” (Muttafaq Alaih)

Ibnu Alqayyim berkata “mengucapkan selamat terhadap syiar2 agama orang kafir hukumnya haram secara mutlaq seperti hari raya mereka (Ahkamu ahli dzimmah,1/441)  Syaik Ibnu Baz berkata “tidak dibolehkan bagi kaum muslimin ikut serta pada hari raya orang kafir, baik nasrani, yahudi dan agama lainnya. Dan tidak dibolhan pula membantu mereka dalam acara tersebut dalam bentuk apapun, karna hal ini merupakan tolong menolong dalam berbuat dosa.  (Majmu Fatawa Ibnu Baz, 6/405). Syaihk Utsaimin berkata “ikut serta merayakan hari raya orang kafir, seperti mengucapkan selamat dan semisalnya haram. Karna ikut serta dlam hari raya mereka merupakan bentuk ridha kita penerimaan serta pengakuan kita trhadap agama mereka yang batil”  (Majmu’ Fatawa Wa Rasail Ibnu Al Utsaimin,3/45)

Sekarang kita lihat bagaimana Pandangan MUI terhadap hal ini, diantara keputusan MUI yaitu Mengikuti upacara natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram dan dianjurkan untuk tidak mngikuti kegiatan-kegiatan natal.

Trus gimana dengan tahun baru? Rasulullulah bersabda tentang dua hari orang Jahiliah yaitu Nairuz dan Mihrajan “Dahulu kalian memiliki dua hari yang mana kalian bersenang-senang ketika itu. Sekarang Allah telah menggantikan untuk kalian dengan dua hari besar yang lebih baik  yaitu Idul Fitri dan Idul Adha (Hr. Abu Daud :1134 dan An-Nasa’i :1556)  Kalau kita merujuk kepada keterangan ulama hari Nairuz adalah perayaan awal tahun Syamsiah dan Mihrajan perayaan enam bulan setelahnya.

Oleh karena itu tidak dibenarkan merayakan tahun baru karna menyerupai perbuatan jahiliyah, bukan hanya tahun baru masehi saja tahun baru hijriyahpun dilarang untuk dirayakan karna tidak ada dalil dan contohnya dari Para sahabat dan ulama setelah mereka.

Sebagaimna yang disampaikan Syaikh Prof. Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili rahimahullah  “Hukum ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah) di awal bulan ini (Muharram): Tidak ada dalil yang menunjukkan disyari’atkannya memberi ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah), sebagaimana pula tidak pernah dinukilkan satupun riwayat dari salafush shalih tentang hal ini”.
Nah, sekarang kita udah tau dan paham bahwa haram hukumnya untuk ikut merayakan natal dan tahun baru dalam bentuk apapun. Jadi, jangan ikut lagi jika kita muslim sejati.

Referensi : Ahkamu ahli dzimmah,  Majmu Fatawa Ibnu Baz, Majmu’ Fatawa Wa Rasail Ibnu Al Utsaimin, voa- islam, muslim. or.id, eramuslim.com, arrehaili,net



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajib Diketahui Oleh Pecinta Sepak Bola...

Ada apa dengan kostum sepak bola? Sepak bola merupakan olah raga yang paling banyak penggemarnya, setiap penggemar memiliki klub dan pemain faforit. Terkadang semua aksesoris yang bertuliskan nama dan gambar klub atau pemain idolapun menjadi koleksi wajib bagi para pecinta sepak bola. Nah, bagaimana bila kita sebagai seorang muslim menjadi penggemar klub  atau pemain yang kafir kemudian membeli pernak-pernik yang berkaitan dengan mereka terutama kostum yang mengandung unsur atau lambang agama dan keyakinan mereka seperti lambang salib dan setan merah? Jika kita perhatikan terdapat beberapa kostum tim sepak bola yang mengandung unsur salib seperti Barcelona, AC Milan, Timnas Brazil, Timnas Portugal, Intermilan, sedangkan lambang setan terdapat pada  MU.  Meskipun begitu masih banyak kaum muslimin yang tidak memperdulikan hal ini khususnya Indonesia. Berbeda dengan dua Negara bagian Malaysia beberapa tahun yang lalu telah melarang hal ini. Dewan Keagamaan Johor d

Mengisi Ramadan dengan nasyid

  Dalam KBBI nasyid diartikan sebagai lagu yang mengandung unsur keislaman, sedangkan dalam kamus “ Lisanul Arab ” nasyid artinya menyanyikan syair. Dari dua pengertian ini dapat kita pahami bahwa nasyid adalah lagu atau nyanyian. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Hakim hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya bahwa nasyid yang sekarang itu adalah nyanyian, bukan seperti yang dibaca oleh para sahabat saat menggali parit atau saat perang, yang mereka baca adalah syair.     Kita sama-sama tahu bahwa membaca syair oleh orang arab memiliki cara tersendiri, jika dicari persamaannya di Indonesia maka membaca syair serupa dengan membaca pantun atau puisi. Apakah membaca puisi atau pantun sama dengan cara menyanyikan nasyid atau kasidah itu? Jawabnya jelas tidak sama. Lalu apa hukum menyanyikan nasyid? Syaikh Shaleh Al Fauzan hafizhahullah dalam sebuah video tanya jawab menyebutkan “kami tidak menemukan pensyariatannya, jika nasyid tersebut tidak disandarkan

Kita pasti berpisah, semoga esok kembali berkumpul

Dalam menjalani kehidupan ini terkadang kita harus pergi, pergi jauh dari kampung halaman. Banyak tujuan yang kita bawa, ada yang menuntut ilmu, ada yang mencari nafkah dan tujuan lainnya. Walau apapun tujuannya, ke manapun perginya, pasti ia merindui kampung halamannya, pasti ia merindukan orang-orang yang disayangi, ingin kembali berkumpul dengan keluarga, sebab di sana ada kebahagiaan. Keindahan dan kedamaian itu ada di kampung halaman, ketika hati gelisah maka pulanglah, ada orang tua di sana, ada sanak saudara, ada sawah yang berjenjang dilengkapi burung-burung yang berbondong, ada sungai  beserta suara gemerciknya dan bebukitan dengan pohong-pohon yang menghijau. Indah dan damai.   Kita pasti kembali   Ibnu Umar  rhadiyallahu anhuma   berkata bahwa Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam   bersabda :   كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاء