Langsung ke konten utama

Belumkah datang waktunya?




Manusia adalah makhluk yang selalu terancam oleh hawa nafsu dan syahwat yang mengintai dan siap menyeretnya kekubangan maksiat lalu kita tau cerita selanjutnya, yaitu dosa terjadi dan penyesalan menumpuk. Sedangkan perbuatan maksiat hanya akan menjerumuskan kita kedalam kehinaan dan kenistaan hidup didunia dan akhirat. Wahai jiwa yang senatiasa bergelimang maksiat, tidak ada yang bisa membersihkan dosamu kecuali dengan kembali kepada Rabbmu Sang Maha Pengampun dan Pengasih lagi Penyayang. Kembalilah kepada-Nya dengan beristighfar dan bertobat dengan sebenuh hati dan jiwamu. Sesungguhnya amalan kita sajalah yang dapat menyelamatkan kita dari azab kubur dan siksa akhirat dan semua atas kehendak Allah Taa’la dan rahmat-Nya untuk kita semua, semoga kita termasuk orang yang dijauhkan dari azab kubur dan api nereka. Semua orang pasti berbuat dosa dan kesalahan, dan yang terbaik adalah yang bertobat, mari kita simak kisah ulama besar Malik bin Dinar –Rahimahullah-  yang meninggal sekitar 130 H/748 M. semoga kita bisa mengikuti jejak beliau untuk menepaki shiratul mustaqim.

Malik bin Dinar berkata “ kehidupanku dimulai dengan kesia-siaan, tidak ada satu kezaliman dan maksiatanpun kecuali telah aku lakukan, hingga manusia tidak menghargaiku karena kebejatanku”

Pada suatu malam Beliau bermimpi, Beliau mengisahkan “aku bermimpi aku melihat hari kiamat, matahari menjadi gelap lautan berubah menjadi api dan bumipun bergoncang, manusia berkumpul pada hari kiamat, dan mereka dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara aku berada diantara mereka dan mendengar seorang penyeru memangil fulan ibnu fulan, kemari! Mari menghadap Al-Jabbar. Aku melihat sifulan tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat ketakutan, hingga aku mendengar namaku dipanggil “mari menghadap Al-Jabbar.

Kemudian hilanglah seluruh orang dari sekitarku, seakan-akan tidak ada ada seorangpun dipadang Masyar. Lalu aku melihat seekor ular besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar kearahku dengan membuka mulutnya. Akupun berlari karena sangat ketakutan hingga aku bertemu seorang laki-laki tua yang lemah dan meminta pertolongan kepadanya, “Hai selamatkan aku dari ular ini!” dia menjawab “Wahai anakku, aku lemah, aku tak mampu tetapi larilah kearah ini semoga kamu selamat”
 Akupun berlari kearah yang dia tunjuk, sementara ular tersebut berada tepat dibelakangku. Namun, tiba-tiba aku melihat api dihadapanku. “Apakah aku melarikan diri dari seekor ular dan menjatuhkan diri kedalam api?” kataku dalam hati. Akupun berlari lagi dengan cepat  sementara ular tersebut semakin dekat. Aku kembali kepada orang tua yang lemah tersebut seraya berkata, “ Demi Allah wajib atasmu menolong dan menyelamatkanku!” maka dia menangis karena iba melihat keadaanku seraya berkata, “Aku lemah sebagaimana engkau lihat, aku tidak mampu melakukan sesuatupun, akan tetapi larilah kearah gunung tersebut mudah-mudahan engkau selamat!”
Maka aku lari menuju gunung itu sementara ular hampir memematukku, kemudian aku melihat diatas gunung tersebut terdapat anak-anak kecil dan aku mendengar mereka berteriak “wahai Fatimah! Tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!” saat itu aku sadar bahwa dia adalah putriku yang telah meninggal pada usia tiga tahun, dialah yang akan menyelamatkan ku dari keadaanku. Dia memegangku dengan tangan kanannya, dan mengusir ular itu dengan tangan kirinya, sementara aku seperti mayat karena sangat ketakutan, kemudian dia duduk dipangkuanku seperti dulu didunia. Dia berkata padaku “Wahai Ayah, Belumkah datang waktunya bagi orang-orang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah” (Qs. Al-Hadid:16)

Aku berkata “Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku tentang ular itu?” dia menerangkan “itu adalah amal keburukanmu. Engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga ia hampir memakanmu. Tidakkah engkah tahu wahai ayah,  bahwa amal-amal didunia akan dirupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu. Engkau telah melemahkannya, hingga ia menangis melihat kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku, dan seandainya saja aku tidak meninggal saat masih kecil, maka tidak ada yang akan memberi manfaat bagimu.” Beliau melanjutkan, “Aku terbangun dari tidurku dan berteriak, Wahai Raabku, sudah saatnya wahai Rabbku. Ya, ‘belumkah datang waktunya bagi orang-orang beriman untuk tunduk hati mereka kepada Allah.’ Lantas aku mandi dan keluar untuk shalat shubuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada Allah Azza wa Jalla”. 

Sahabat, jangan biarkan amal kebaikanmu melemah sedangkan keburukan dan dosamu semakin besar dan kuat dan siap menerkammu sebagaimana yang dikisahkan oleh Malik bin Dinar diatas. Meskipun yang beliau kisahkan adalah mimpi namun kisah beliau tidak menyelisihi dalil-dalil shahih yang menerangkan bahwa amal perbuatan akan diserupakan menjadi sesesosok bentuk dialam kubur maupun diakhirat kelak.


Rujukan : Terapi Tahhajud 90 Hari  Tanpa Henti karya Abu Muhammad Al Isfary dan Ya Allah Ampuni Aku karya Zaenal Abidin bin Syamsudin



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajib Diketahui Oleh Pecinta Sepak Bola...

Ada apa dengan kostum sepak bola? Sepak bola merupakan olah raga yang paling banyak penggemarnya, setiap penggemar memiliki klub dan pemain faforit. Terkadang semua aksesoris yang bertuliskan nama dan gambar klub atau pemain idolapun menjadi koleksi wajib bagi para pecinta sepak bola. Nah, bagaimana bila kita sebagai seorang muslim menjadi penggemar klub  atau pemain yang kafir kemudian membeli pernak-pernik yang berkaitan dengan mereka terutama kostum yang mengandung unsur atau lambang agama dan keyakinan mereka seperti lambang salib dan setan merah? Jika kita perhatikan terdapat beberapa kostum tim sepak bola yang mengandung unsur salib seperti Barcelona, AC Milan, Timnas Brazil, Timnas Portugal, Intermilan, sedangkan lambang setan terdapat pada  MU.  Meskipun begitu masih banyak kaum muslimin yang tidak memperdulikan hal ini khususnya Indonesia. Berbeda dengan dua Negara bagian Malaysia beberapa tahun yang lalu telah melarang hal ini. Dewan Keagamaan Johor d

Mengisi Ramadan dengan nasyid

  Dalam KBBI nasyid diartikan sebagai lagu yang mengandung unsur keislaman, sedangkan dalam kamus “ Lisanul Arab ” nasyid artinya menyanyikan syair. Dari dua pengertian ini dapat kita pahami bahwa nasyid adalah lagu atau nyanyian. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Hakim hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya bahwa nasyid yang sekarang itu adalah nyanyian, bukan seperti yang dibaca oleh para sahabat saat menggali parit atau saat perang, yang mereka baca adalah syair.     Kita sama-sama tahu bahwa membaca syair oleh orang arab memiliki cara tersendiri, jika dicari persamaannya di Indonesia maka membaca syair serupa dengan membaca pantun atau puisi. Apakah membaca puisi atau pantun sama dengan cara menyanyikan nasyid atau kasidah itu? Jawabnya jelas tidak sama. Lalu apa hukum menyanyikan nasyid? Syaikh Shaleh Al Fauzan hafizhahullah dalam sebuah video tanya jawab menyebutkan “kami tidak menemukan pensyariatannya, jika nasyid tersebut tidak disandarkan

Kita pasti berpisah, semoga esok kembali berkumpul

Dalam menjalani kehidupan ini terkadang kita harus pergi, pergi jauh dari kampung halaman. Banyak tujuan yang kita bawa, ada yang menuntut ilmu, ada yang mencari nafkah dan tujuan lainnya. Walau apapun tujuannya, ke manapun perginya, pasti ia merindui kampung halamannya, pasti ia merindukan orang-orang yang disayangi, ingin kembali berkumpul dengan keluarga, sebab di sana ada kebahagiaan. Keindahan dan kedamaian itu ada di kampung halaman, ketika hati gelisah maka pulanglah, ada orang tua di sana, ada sanak saudara, ada sawah yang berjenjang dilengkapi burung-burung yang berbondong, ada sungai  beserta suara gemerciknya dan bebukitan dengan pohong-pohon yang menghijau. Indah dan damai.   Kita pasti kembali   Ibnu Umar  rhadiyallahu anhuma   berkata bahwa Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam   bersabda :   كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاء