Langsung ke konten utama

Dianjurkannya iktikaf di 10 hari terakhir Ramadan dan kaitannya dengan lailatul kadar

 

Iktikaf adalah berdiam diri di masjid dengan niat beribadah atau ketaatan kepada Allah taala , ia salah satu sunnah yang sangat dianjurkan untuk kita laksanakan, Ibnu Umar rhadiyallahu anhuma berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  beriktikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadan. (HR. Bukhari dan Muslim)

Aisyah juga menyatakan :

أَنَّ النَّبِىَّ  صلى الله عليه وسلم  كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Nabi shalallahu alaihi wasallam  beriktikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadan sampai Allah wafatkan beliau, kemudian para istrinya beriktikaf pula sepeninggalnya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Mengapa beriktikaf  pada sepuluh hari atau malam terkahir Ramadan? Karena di dalamnya terdapat malam lailtulkadar, malam lailatulkadar bukan lebih baik dari seribu malam, tapi lebih baik dari seribu bulan. Dianjurkan untuk beriktikaf di masjid pada 10 malam terakhir, karena lailatulkadar ada pada saat itu, dengan iktikaf  insyaallah kita senantiasa beribadah, karena masjid adalah tempat ibadah seutuhnya. Kita akan takut berbuat dosa di dalamnya, motivasi beribadah sangat tinggi jika kita berada di masjid. Yang kita lihat adalah orang membaca Alquran atau menimal melihat mushaf berjejer di raknya, ini memotivasi kita untuk membaca Alquran. Yang kita lihat orang salat atau paling tidak sajadah berbaris di shafnya, ini membuat kita ingin melaksanakan salat. Suasana masjid mengingatkan kita ke surga hingga menambah ketaatan, mengingatkan kita akan nereka hingga kita semakin takut azab Allah taala dan kitapun semakin banyak istigfar dan memohon ampun.

Di antara bentuk usaha kita untuk memperoleh pahala berlipat ganda pada malam lailatulkadar adalah beriktikaf, karena orang yang beriktikaf  insyaalah jika niatnya ikhlas dan ia jujur terhadap niat itu, ia akan berusaha selalu beribadah karena masjid adalah tempat beribadah seutuhnya.

Iktikaf pada 10 hari terakhir Ramadan dilakukan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bahkan istilahnya mempererat ikat pinggang. Hanya saja terkadang, karena banyak kawan yang dikenal, akhirnya iktikaf hanya ngobrol, kemudian lelah yang diringi tidur, besok sahur, kemudian tidur. Yang lebih lucu, ceritanya gibah. 

 


 

Mudah-mudahan malam   saat kita beribadah, iktikaf dianjurkan bagi laki-laki dan wanita, berdasarkan pengakuan Aisyah rhadhiyallahu anha  pada hadis di atas. Umumnya masjid yang kami temukan hanya menampung  jamaah laki-laki saja untuk iktikaf, tapi pernah kami menemui masjid yang juga menerima peserta iktikaf wanita. Walaupun boleh, tentunya wanita harus mempertimbangkan maslahat dan mafsadatnya,  jika mafsadatnya lebih besar maka lebih baik tetap di rumah. Seandainya kita tidak bisa ke masjid maka tidak ada iktikaf di rumah, sebab syariat iktikaf hanya di masjid saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajib Diketahui Oleh Pecinta Sepak Bola...

Ada apa dengan kostum sepak bola? Sepak bola merupakan olah raga yang paling banyak penggemarnya, setiap penggemar memiliki klub dan pemain faforit. Terkadang semua aksesoris yang bertuliskan nama dan gambar klub atau pemain idolapun menjadi koleksi wajib bagi para pecinta sepak bola. Nah, bagaimana bila kita sebagai seorang muslim menjadi penggemar klub  atau pemain yang kafir kemudian membeli pernak-pernik yang berkaitan dengan mereka terutama kostum yang mengandung unsur atau lambang agama dan keyakinan mereka seperti lambang salib dan setan merah? Jika kita perhatikan terdapat beberapa kostum tim sepak bola yang mengandung unsur salib seperti Barcelona, AC Milan, Timnas Brazil, Timnas Portugal, Intermilan, sedangkan lambang setan terdapat pada  MU.  Meskipun begitu masih banyak kaum muslimin yang tidak memperdulikan hal ini khususnya Indonesia. Berbeda dengan dua Negara bagian Malaysia beberapa tahun yang lalu telah melarang hal ini. Dewan Keagamaan Johor d

Mengisi Ramadan dengan nasyid

  Dalam KBBI nasyid diartikan sebagai lagu yang mengandung unsur keislaman, sedangkan dalam kamus “ Lisanul Arab ” nasyid artinya menyanyikan syair. Dari dua pengertian ini dapat kita pahami bahwa nasyid adalah lagu atau nyanyian. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Hakim hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya bahwa nasyid yang sekarang itu adalah nyanyian, bukan seperti yang dibaca oleh para sahabat saat menggali parit atau saat perang, yang mereka baca adalah syair.     Kita sama-sama tahu bahwa membaca syair oleh orang arab memiliki cara tersendiri, jika dicari persamaannya di Indonesia maka membaca syair serupa dengan membaca pantun atau puisi. Apakah membaca puisi atau pantun sama dengan cara menyanyikan nasyid atau kasidah itu? Jawabnya jelas tidak sama. Lalu apa hukum menyanyikan nasyid? Syaikh Shaleh Al Fauzan hafizhahullah dalam sebuah video tanya jawab menyebutkan “kami tidak menemukan pensyariatannya, jika nasyid tersebut tidak disandarkan

Kita pasti berpisah, semoga esok kembali berkumpul

Dalam menjalani kehidupan ini terkadang kita harus pergi, pergi jauh dari kampung halaman. Banyak tujuan yang kita bawa, ada yang menuntut ilmu, ada yang mencari nafkah dan tujuan lainnya. Walau apapun tujuannya, ke manapun perginya, pasti ia merindui kampung halamannya, pasti ia merindukan orang-orang yang disayangi, ingin kembali berkumpul dengan keluarga, sebab di sana ada kebahagiaan. Keindahan dan kedamaian itu ada di kampung halaman, ketika hati gelisah maka pulanglah, ada orang tua di sana, ada sanak saudara, ada sawah yang berjenjang dilengkapi burung-burung yang berbondong, ada sungai  beserta suara gemerciknya dan bebukitan dengan pohong-pohon yang menghijau. Indah dan damai.   Kita pasti kembali   Ibnu Umar  rhadiyallahu anhuma   berkata bahwa Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam   bersabda :   كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاء