Langsung ke konten utama

Hadis dhaif dan palsu tentang puasa dan Ramadan

 Sangat penting bagi kita untuk mengetahui hadis daif, terlebih hadis palsu, karena kebodohan kita tentangnya dapat membuat kita tersesat. Di akhir penjelasan tentang hadis ini kami ingin menyebutkan sebuah kaedah penting untuk kaum muslimin dalam menerima hadis, kaedah tersebut adalah “setiap hadis yang kita dengar hukum asalnya adalah hadis daif, tidak boleh kita amalkan sampai jelas bagi kita bahwa ia hadis sahih”

            Berikut adalah beberapa hadis daif dan palsu yang berkaitan dengan puasa dan Ramadan.

 


 

Pertama, berharap agar setahun penuh adalah bulan puasa.

لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا فِي رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِي أَنْ يَكُونَ رَمَضَانُ السَّنَةَ كُلَّهَا

Seandainya manusia tahu apa yang ada pada Ramadan, tentu ummatku berharap setahun penuh adalah Ramadan. (Hadis Palsu)[1]

 

Kedua, tidak boleh mengatakan Ramadan, tapi bulan Ramadan.

لَا تَقُولُوا رَمَضَانَ فَإِنَّ رَمَضَانَ اسْمُ اللَّهِ، وَلَكِنْ قُولُوا شَهْرُ رَمَضَانَ

Jangan katakan Ramadan, karena Ramadan adalah nama Allah, akan tetapi katakanlah bulan Ramadan.(Hadist Palsu)[2]

 

Ketiga,  aminan  Nabi shalallahu alaihi wasallam terhadap doa malaikat Jibril.

Kita sering mendengar para khatib dan penceramah menjelang bulan Ramadan membawakan kalimat berikut yang mereka sebut dengan hadis :

Ketika Rasullullah shalallahu alaihi wasallam sedang berkhutbah pada salat Jumat, beliau mengatakan amin sampai tiga kali, para sahabat  rhadiyallahu anhum ketika mendengar Rasullullah shalallahu alaihi wasallam mengucapkan amin merasa heran dan setelah salat mereka bertanya kenapa Rasullullah berkata amin sampai tiga kali, beliau menjawab : ketika aku sedang berkhutbah, Malaikat Jibril datang dan berbisik : wahai Rasullullah aminkan doa ku ini!

Malaikat Jibril berdoa : Ya Allah tolong jangan terima puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadan dia tidak 1memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya, tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri, tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.[3]

 

Keempat, puasa Ramadan dan puasa 6 syawwal seolah seperti lahir kembali.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، وَأَتْبَعَهُ سِتّاً مِنْ شَوَّال خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Siapa yang puasa Ramadan dan puasa 6 Syawwal, ia keluar dari dosanya sebagaimana dilahirkan ibunya dulu. (Hadis Palsu)[4]

 

 


Kelima, awal bulan Ramadan rahmat, pertengahannya ampunan dan pengakhirannya pembebesan dari neraka.

أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَانَ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ

Awal Ramadan adalah rahmat, pertengahananya pengampunan dan sepertiga terakhir adalah pembebasan dari neraka. (Hadis munkar)[5]

 

Terdapat hadis yang lebih kuat dari hadis di atas, yaitu :

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ. وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ

Apabila datang awal malam dari bulan Ramadan, setan-setan dan jin-jin yang jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintupun yang terbuka, sedangkan pintu-pintu surga dibuka tidak ada satu pintupun yang ditutup. Dan seorang penyeru menyeru “wahai orang yang menginginkan kebaikan kemarilah. Wahai orang-orang yang menginginkan keburukan berhentilah” Dan Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka, yang demikian itu terjadi pada setiap malamnya. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Hadis ini derajatnya hasan, pada hadis ini dijelaskan bahwa Allah taala memberikan pembebasan untuk hamba-Nya setiap malam Ramadan, bukan hanya di sepertiga akhir saja.

Setan dibelenggu pada bulan Ramadan, tapi pekerjaannya dilaksanakan oleh orang yang berbuat maksiat serta mengajak orang lain kepada kemungkaran, mereka telah membuat setan tersenyum sambil menangis. Setan gembira ketika melihat manusia mengerjakan tugasnya, memang setan dari bangsa jin dibelenggu, tapi dari bangsa manusia bebas berkeliaran. Mereka adalah penyeru untuk memasuki neraka, padahal pintunya tertutup dan meninggalkan surga dalam keadaan terbuka.

Keenam, puasa Ramadan di Makkah seperti 10.000 puasa di bulan Ramadan.

مَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ بِمَكَّةَ فَصَامَ وَقَامَ مِنْهُ مَا تَيَسَّرَ لَهُ، كَتَبَ اللهُ لَهُ مِائَةَ أَلْفِ شَهْرِ رَمَضَانَ فِيْمَا سِوَاهَا

Siapa yang menjalani Ramadan di Makkah dan salat semampunya, maka Allah akan mencatat baginya 100.000 bulan Ramadan. (Hadis Palsu).[6]

Ketujuh,  pahala iktikaf seperti pahala dua kali haji dan dua kali umrah.

مَنْ اِعْتَكَفَ عَشْرَا فِيْ رَمَضَانَ كَانَ كَحَجَّتَيْنِ وَعُمْرَتَيْنِ

Siapa yang beriktikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadan, pahalanya seperti pahala dua kali haji dan dua kali umrah. (Hadis Palsu)[7]

Kedelapan, puasalah, kamu akan sehat.

صُومُوا تَصِحُّوا

Puasalah, kalian akan sehat. (Hadis Daif)[8]

Kesembilan, tidur orang puasa adalah ibadah.

نَوْمُ الصَائِمِ عِبَادَةٌ، وَسُكُوْتُهُ تَسْبِيْحٌ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ، وَعَمَلُهُ مُتَقَبَّلٌ

Tidurnya orang puasa ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya diijabah dan amalnya diterima. (Hadis Daif)[9]

Hadis ini juga bertentangan dengan tujuan disyariatkannya bulan Ramadan, bulan Ramadan adalah bulan ibadah, bukan bulan tidur. Kalaulah orang mengamalkan hadis ini ia cukup tidur, sudah beribadah, ia cukup diam sudah beribadah.

Sumber yang kami jadikan rujukan dalam hadis tidak sahih tentang puasa dan Ramadan adalah kitab karya Syaikh Albani rahimahullah yaitu “Silsilah al ahadis ad daifah” dan karya Ibnul Jauzi rahimahullah yaitu “al maudhuat” sebagian ulama mengkritik kedua kitab di atas, mereka mengkritik bahwa tidak semua yang mereka berdua sebutkan tentang derajat hadis itu sesuai dengan kebenaran. Artinya ada kesalahan di dalamnya. Apapun itu, karya manusia tentu memiliki kekurangan, tidak ada yang sempurna. Setiap orang memiliki pandangan sendiri, rambut boleh sama hitam, isi kepala siapa yang tahu.



[1] Ibbnul Jauzi/Al Maudhuat/ Tazyinul Jannah Li Shaumi Ramadan.

[2] Ibbnul Jauzi/Al Maudhuat/ An Nahyu An Yuqal Ramadan.

[3] Kami sudah mencari sumber hadis diatas dan tidak menemukannya, wallahu a’lam.

[4] Syaikh Nashiruddin Albani/Silsilah Al Hadist Ad Daifah Wal Maudhuah Wa Atsaruha As Sayyi’ Fil Ummah, Hadist Nomor 5190

[5] Syaikh Nashiruddin Albani/Silsilah Al Hadist Ad Daifah Wal Maudhuah Wa Atsaruha As Sayyi’ Fil Ummah, Hadist Nomor 1569

[6] Syaikh Nashiruddin Albani/Silsilah Al Hadist Ad Daifah Wal Maudhuah Wa Atsaruha As Sayyi’ Fil Ummah, Hadist Nomor 832

[7] Syaikh Nashiruddin Albani/Silsilah Al Hadist Ad Daifah Wal Maudhuah Wa Atsaruha As Sayyi’ Fil Ummah, Hadist Nomor 518

[8] Syaikh Nashiruddin Albani/Silsilah Al Hadist Ad Daifah Wal Maudhuah Wa Atsaruha As Sayyi’ Fil Ummah, Hadist Nomor 253

[9] Syaikh Nashiruddin Albani/Silsilah Al Hadist Ad Daifah Wal Maudhuah Wa Atsaruha As Sayyi’ Fil Ummah, Hadist Nomor  96

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajib Diketahui Oleh Pecinta Sepak Bola...

Ada apa dengan kostum sepak bola? Sepak bola merupakan olah raga yang paling banyak penggemarnya, setiap penggemar memiliki klub dan pemain faforit. Terkadang semua aksesoris yang bertuliskan nama dan gambar klub atau pemain idolapun menjadi koleksi wajib bagi para pecinta sepak bola. Nah, bagaimana bila kita sebagai seorang muslim menjadi penggemar klub  atau pemain yang kafir kemudian membeli pernak-pernik yang berkaitan dengan mereka terutama kostum yang mengandung unsur atau lambang agama dan keyakinan mereka seperti lambang salib dan setan merah? Jika kita perhatikan terdapat beberapa kostum tim sepak bola yang mengandung unsur salib seperti Barcelona, AC Milan, Timnas Brazil, Timnas Portugal, Intermilan, sedangkan lambang setan terdapat pada  MU.  Meskipun begitu masih banyak kaum muslimin yang tidak memperdulikan hal ini khususnya Indonesia. Berbeda dengan dua Negara bagian Malaysia beberapa tahun yang lalu telah melarang hal ini. Dewan Keagamaan Johor d

Mengisi Ramadan dengan nasyid

  Dalam KBBI nasyid diartikan sebagai lagu yang mengandung unsur keislaman, sedangkan dalam kamus “ Lisanul Arab ” nasyid artinya menyanyikan syair. Dari dua pengertian ini dapat kita pahami bahwa nasyid adalah lagu atau nyanyian. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Hakim hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya bahwa nasyid yang sekarang itu adalah nyanyian, bukan seperti yang dibaca oleh para sahabat saat menggali parit atau saat perang, yang mereka baca adalah syair.     Kita sama-sama tahu bahwa membaca syair oleh orang arab memiliki cara tersendiri, jika dicari persamaannya di Indonesia maka membaca syair serupa dengan membaca pantun atau puisi. Apakah membaca puisi atau pantun sama dengan cara menyanyikan nasyid atau kasidah itu? Jawabnya jelas tidak sama. Lalu apa hukum menyanyikan nasyid? Syaikh Shaleh Al Fauzan hafizhahullah dalam sebuah video tanya jawab menyebutkan “kami tidak menemukan pensyariatannya, jika nasyid tersebut tidak disandarkan

Kita pasti berpisah, semoga esok kembali berkumpul

Dalam menjalani kehidupan ini terkadang kita harus pergi, pergi jauh dari kampung halaman. Banyak tujuan yang kita bawa, ada yang menuntut ilmu, ada yang mencari nafkah dan tujuan lainnya. Walau apapun tujuannya, ke manapun perginya, pasti ia merindui kampung halamannya, pasti ia merindukan orang-orang yang disayangi, ingin kembali berkumpul dengan keluarga, sebab di sana ada kebahagiaan. Keindahan dan kedamaian itu ada di kampung halaman, ketika hati gelisah maka pulanglah, ada orang tua di sana, ada sanak saudara, ada sawah yang berjenjang dilengkapi burung-burung yang berbondong, ada sungai  beserta suara gemerciknya dan bebukitan dengan pohong-pohon yang menghijau. Indah dan damai.   Kita pasti kembali   Ibnu Umar  rhadiyallahu anhuma   berkata bahwa Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam   bersabda :   كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاء