Langsung ke konten utama

Hukum berlimau dan ziarah kubur sebelum Ramadan

 

Pertama, balimau.

Sebagian masyarakat memiliki tradisi dalam menyambut bulan Ramadan dengan mandi, menurut mereka itu mandi menyucikan jiwa sebelum menyambut bulan yang suci pula. Di Jawa disebut Padusan artinya mandi dan di Minangkabau disebut dengan Balimau artinya juga mandi keramas dengan limau, dalam KBBI balimau adalah mandi dengan mencampuri air dengan limau atau jeruk. Dulu saat kami kecil orang tua kami mengajarkan kami balimau dengan menyirami kepala dengan air yang sudah dicampur dengan bunga-bunga dan dedaunan khusus, yang kami pahami saat itu adalah balimau adalah rangkaian awal Ramadan yang tidak boleh ditinggalkan.

 


 

Kegiatan padusan atau balimau ini biasanya dilakukan sehari sebelum memasuki Ramadan, sebenarnya mandi tidak ada larangan, bahkan dianjurkan karena Islam menyukai kebersihan, lalu mengapa balimau atau padusan ini dilarang?

Jika mandi itu dikhususkan atau diniatkan untuk menyambut bulan Ramadan, maka ini tidak ada syariatnya dalam Islam. Ada kemungkinan ritual atau tradisi ini adalah bekas peninggalan agama Hindhu-Budha, karena Indonesia dahulunya adalah pemeluk agama Hindu, dalam kepercayaan mereka mandi di Sungai Gangga dapat mengahanyutkan dosa, hal ini sama dengan mandi balimau yang bertujuan menyucikan jiwa.  Jika ini bagian dari peninggalan Hindu di Indonesia maka mari kita ingat peringatan dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  :

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Siapa yangmenyerupai suatu kaum, maka mereka termasuk bagian kaum itu. (HR. Abu Daud)

Kalau  balimau ini dilakukan di sungai dan pemandian atau di pantai yang bercampur baurnya antara laki-laki dan perempuan, maka bertambah satu kesalahan lagi yaitu dosa mengumbar aurat dan dosa ikhtilath. Bahkan sebagian mereka pergi mandi-mandi dengan pacar, dulu pergi mandi itu tujuan mereka menghanyutkan dosa, maka sekarang pergi berhanyut-hanyut untuk berbuat dosa. Para remaja dan pemuda khusyuk menikmati ibadah penyambutan bulan suci itu dengan maksiat. Mereka hakikatnya bukan pergi "balimau tapi pergi balunau" mereka bukan pergi mandi menyucikan diri tapi bermandi lumpur dosa. Setelah Id mereka kembali pergi rekreasi ke pantai, mengadakan orgen dan acara-acara yang bercampur baur laki-laki dan perempuan. Kalaulah Ramadan diawali dengan lumpur dan diakhiri dengan lumpur, mungkinkah dipertengahannya bersih?

Kedua, mengkhususkan ziarah kubur sebelum Ramadan.

Sebagian kaum muslimin menjadikan waktu khusus untuk berziarah kubur pada waktu-waktu menjelang Ramadan, seolah ziarah kubur dan membersihkannya lebih afdal menjelang Ramadan dari hari-hari yang lain. Kemudian sebagian mereka menjawab “kami tidak mengkhususkan bulan Ramadan, ini karena hanya sekarang kami punya waktu libur untuk pulang kampung.”  Kita tanya mereka “bagaimana dengan saudara-suadara yang di kampung, mengapa mereka juga membersihkannya sebelum Ramadan tiba?

Mengkhususkan waktu dalam menziarahi kubur telah dilarang oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam , sebagaimana sabda beliau :

لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا وَصَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِى حَيْثُ كُنْتُمْ

Jangan jadikan rumah kalian seperti kuburan dan jangan jadikan kubutanku sebagai id, berselawatlah untukku karena selawat kalian sampai kepadaku dimanapun kalian berada. (HR. Abu Daud dan Ahmad)

Id adalah hal yang berulang-ulang dilakukan pada waktu atau tempat tertentu, itulah sebabnya hari raya kita dinamakan Idul Fitri dan Idul Adha. Karena ia berulang dilakukan pada 1 Syawwal dan 10 Dzulhijjah. Disini Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang umatnya mengunjungi kuburan beliau secara berulang dengan waktu yang sama, bagaimana pula dengan kuburan orang biasa, tentu lebih dilarang. Beliau juga menyebutkan selawat umatnya akan sampai dimanapun mereka berada, tidak harus di kuburan beliau. Selawat adalah doa, doa adalah hak Allah taala karena ia ibadah, dimanapun dan kapanpun kita berdoa Allah taala mendengarnya. Siapa yang ingin mendoakan orang tuanya yang sudah meninggal, maka berdoalah di waktu mustajab dan tempat yang baik, tidak harus di kuburannya.

Selain itu terdapat  kemungkaran yang ada saat membersihkan kuburan, sebagian mereka tidak menjaga adab menziarahi kubur, mereka duduk-duduk di atas kubur, menginjaknya bahkan memutar musik di perkuburan. Anehnya lagi ada yang tidak hafal doa menziarahi kubur.

Ziarah kubur tujuannya untuk mengingat kematian, bukan mengenang masa lalu dengan si mayit. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam  bersabda :

زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ

Ziarahilah kuburan, karena ia mengingatkan kalian kepada akhirat. (HR. Muslim)

Sehingga kita tidak harus tahu kalau itu kuburan ibu atau bapak kita, dimanapun ada kuburan disana kita bisa berziarah. Kalaulah ziarah kubur hanya di kuburan keluarga kita, maka itu namanya megingat masa lalu, bukan mengingat kematian yang ada di masa depan. Bahkan sebagian mereka meminta maaf kepada orang tua mereka yang sudah meninggal di kuburannya, mungkin ini dikaitkan  dengan ucapan yang masyhur tidak diterimanya puasa seorang  jika tidak minta maaf dari orang tuanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajib Diketahui Oleh Pecinta Sepak Bola...

Ada apa dengan kostum sepak bola? Sepak bola merupakan olah raga yang paling banyak penggemarnya, setiap penggemar memiliki klub dan pemain faforit. Terkadang semua aksesoris yang bertuliskan nama dan gambar klub atau pemain idolapun menjadi koleksi wajib bagi para pecinta sepak bola. Nah, bagaimana bila kita sebagai seorang muslim menjadi penggemar klub  atau pemain yang kafir kemudian membeli pernak-pernik yang berkaitan dengan mereka terutama kostum yang mengandung unsur atau lambang agama dan keyakinan mereka seperti lambang salib dan setan merah? Jika kita perhatikan terdapat beberapa kostum tim sepak bola yang mengandung unsur salib seperti Barcelona, AC Milan, Timnas Brazil, Timnas Portugal, Intermilan, sedangkan lambang setan terdapat pada  MU.  Meskipun begitu masih banyak kaum muslimin yang tidak memperdulikan hal ini khususnya Indonesia. Berbeda dengan dua Negara bagian Malaysia beberapa tahun yang lalu telah melarang hal ini. Dewan Keagamaan Johor d

Mengisi Ramadan dengan nasyid

  Dalam KBBI nasyid diartikan sebagai lagu yang mengandung unsur keislaman, sedangkan dalam kamus “ Lisanul Arab ” nasyid artinya menyanyikan syair. Dari dua pengertian ini dapat kita pahami bahwa nasyid adalah lagu atau nyanyian. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Hakim hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya bahwa nasyid yang sekarang itu adalah nyanyian, bukan seperti yang dibaca oleh para sahabat saat menggali parit atau saat perang, yang mereka baca adalah syair.     Kita sama-sama tahu bahwa membaca syair oleh orang arab memiliki cara tersendiri, jika dicari persamaannya di Indonesia maka membaca syair serupa dengan membaca pantun atau puisi. Apakah membaca puisi atau pantun sama dengan cara menyanyikan nasyid atau kasidah itu? Jawabnya jelas tidak sama. Lalu apa hukum menyanyikan nasyid? Syaikh Shaleh Al Fauzan hafizhahullah dalam sebuah video tanya jawab menyebutkan “kami tidak menemukan pensyariatannya, jika nasyid tersebut tidak disandarkan

Kita pasti berpisah, semoga esok kembali berkumpul

Dalam menjalani kehidupan ini terkadang kita harus pergi, pergi jauh dari kampung halaman. Banyak tujuan yang kita bawa, ada yang menuntut ilmu, ada yang mencari nafkah dan tujuan lainnya. Walau apapun tujuannya, ke manapun perginya, pasti ia merindui kampung halamannya, pasti ia merindukan orang-orang yang disayangi, ingin kembali berkumpul dengan keluarga, sebab di sana ada kebahagiaan. Keindahan dan kedamaian itu ada di kampung halaman, ketika hati gelisah maka pulanglah, ada orang tua di sana, ada sanak saudara, ada sawah yang berjenjang dilengkapi burung-burung yang berbondong, ada sungai  beserta suara gemerciknya dan bebukitan dengan pohong-pohon yang menghijau. Indah dan damai.   Kita pasti kembali   Ibnu Umar  rhadiyallahu anhuma   berkata bahwa Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam   bersabda :   كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاء