Langsung ke konten utama

Menjadi pedagang yang beruntung di bulan Ramadan

Ustadz kami berkata dalam ceramahnya yang kami hadiri : ada dua macam pedagang di bulan Ramadan

Pedagang dunia. Mereka sibuk membuka lapak, semakin dekat Id semakin sibuk, sampai-sampai tidak sempat salat. Mereka sibuk menghitung laba, telat tidur untuk beberapa lembar rupiah, rela bersusah-susah, yang penting uang bertambah, dosa tidak masalah.

Pedagang akhirat. Mereka adalah hamba Allah taala yang sadar akan pentingnya Ramadan, siangnya mereka berpuasa, malamnya salat tarawih. Ketika Ramadan tinggal sepertiga terakhir mereka fokus beribadah untuk Allah taala dengan beriktikaf, ikhlas karena lillahi taala. Sebagian masyarakat bingung, kenapa mereka tidur di masjid? Kita jelaskan ini ajaran Nabi shalallahu alaihi wasallam. Mereka menyerahkan jiwa dan raganya untuk Allah, waktu, tenaga dan fikirannya untuk  Allah, sebab mereka yakin hidup dan mati manusia adalah milik Allah taala. Allah taala berfirman tentang balasan bagi yang berniaga dengan Allah taala :

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ

Sesungguhnya Allah membeli dari mukminin jiwa dan harta mereka dengan surga. (Qs. At Taubah :111)

Jangan terlena dengan lingkungan, biarlah mereka sibuk dengan kue lebaran, baju baru atau sibuk dengan mencari uang di malam Ramadan, marilah kita berdagang dengan Allah taala, labanya kita dapatkan nanti di akhirat, itulah perniagaan yang tidak akan binasa selamanya.


 

Kemudian ada kebalikan dalam salat tarawih, 10 hari pertama ramai, 10 hari terakhir sepi. Sebagian orang di 10 hari terakhir, sibuk berjualan, sibuk buat kue, sibuk memperindah rumah. Sehingga puasa itu seperti Seromonial atau tradisi, hanya karena sudah menjadi kebiasaan, bukan ibadah. Semoga kita mendapatkan ibadah mutaqabbalah di lailatulkadar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajib Diketahui Oleh Pecinta Sepak Bola...

Ada apa dengan kostum sepak bola? Sepak bola merupakan olah raga yang paling banyak penggemarnya, setiap penggemar memiliki klub dan pemain faforit. Terkadang semua aksesoris yang bertuliskan nama dan gambar klub atau pemain idolapun menjadi koleksi wajib bagi para pecinta sepak bola. Nah, bagaimana bila kita sebagai seorang muslim menjadi penggemar klub  atau pemain yang kafir kemudian membeli pernak-pernik yang berkaitan dengan mereka terutama kostum yang mengandung unsur atau lambang agama dan keyakinan mereka seperti lambang salib dan setan merah? Jika kita perhatikan terdapat beberapa kostum tim sepak bola yang mengandung unsur salib seperti Barcelona, AC Milan, Timnas Brazil, Timnas Portugal, Intermilan, sedangkan lambang setan terdapat pada  MU.  Meskipun begitu masih banyak kaum muslimin yang tidak memperdulikan hal ini khususnya Indonesia. Berbeda dengan dua Negara bagian Malaysia beberapa tahun yang lalu telah melarang hal ini. Dewan Keagamaan Johor d

Mengisi Ramadan dengan nasyid

  Dalam KBBI nasyid diartikan sebagai lagu yang mengandung unsur keislaman, sedangkan dalam kamus “ Lisanul Arab ” nasyid artinya menyanyikan syair. Dari dua pengertian ini dapat kita pahami bahwa nasyid adalah lagu atau nyanyian. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Hakim hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya bahwa nasyid yang sekarang itu adalah nyanyian, bukan seperti yang dibaca oleh para sahabat saat menggali parit atau saat perang, yang mereka baca adalah syair.     Kita sama-sama tahu bahwa membaca syair oleh orang arab memiliki cara tersendiri, jika dicari persamaannya di Indonesia maka membaca syair serupa dengan membaca pantun atau puisi. Apakah membaca puisi atau pantun sama dengan cara menyanyikan nasyid atau kasidah itu? Jawabnya jelas tidak sama. Lalu apa hukum menyanyikan nasyid? Syaikh Shaleh Al Fauzan hafizhahullah dalam sebuah video tanya jawab menyebutkan “kami tidak menemukan pensyariatannya, jika nasyid tersebut tidak disandarkan

Kita pasti berpisah, semoga esok kembali berkumpul

Dalam menjalani kehidupan ini terkadang kita harus pergi, pergi jauh dari kampung halaman. Banyak tujuan yang kita bawa, ada yang menuntut ilmu, ada yang mencari nafkah dan tujuan lainnya. Walau apapun tujuannya, ke manapun perginya, pasti ia merindui kampung halamannya, pasti ia merindukan orang-orang yang disayangi, ingin kembali berkumpul dengan keluarga, sebab di sana ada kebahagiaan. Keindahan dan kedamaian itu ada di kampung halaman, ketika hati gelisah maka pulanglah, ada orang tua di sana, ada sanak saudara, ada sawah yang berjenjang dilengkapi burung-burung yang berbondong, ada sungai  beserta suara gemerciknya dan bebukitan dengan pohong-pohon yang menghijau. Indah dan damai.   Kita pasti kembali   Ibnu Umar  rhadiyallahu anhuma   berkata bahwa Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam   bersabda :   كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاء