Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : maksud utama puasa adalah menahan diri dari menuruti syahwat untuk beribadah kepada Allah taala, orang puasa tidak diperintahkan untuk berbuat, ia hanya meninggalkan larangan, ia meninggalkan keinginannya untuk memenuhi keinginan Rabbnya. Bagi orang yang berpuasa faedah yang sangat banyak untuk jiwa dan raganya, hikmah ini dapat diketahui dengan akal yang salim dan naluri yang lurus.[1]
Dr. Abdul Aziz bin Abdurrahman hafizhahullah mengatakan : pada puasa terdapat tarbiyah atau pendidikan, padanya terdapat tarbiyah untuk jiwa dan raga. Di antaranya adalah tarbiyah untuk mengekang jiwa dari memperturutkan hawa nafsu, membuat kita merasakan dan menghargai nikmat yang Allah taala telah berikan, memotifasi diri untuk peduli pada orang lain dengan bersedekah dan untuk kesehatan badan.[2]
Buya Hamka rahimahullah menyebutkan bahwa puasa adalah alat pemerdeka jiwa. Bagaimana puasa memerdekakan jiwa? Padahal puasa merampas kebebasan kita makan di siang hari, kita bersenda gurau dengan istri (berhubungan), lalu tiba-tiba dilarang? Puasa alat pemerdeka! Siapa yang banyak memperbudak kita? Yang setiap waktu menjadi fikiran kita? Yang banyak ialah kebiasaan, “adat”.
Kita terbiasa makan di siang hari, payah melepaskan, membebaskan, memerdekakan diri dari kebiasaan itu, payah berhenti makan dari waktu yang ditentukan, sampai muncul pepatah terkenal “manusia budak dari kebiasaannya”. Oleh karena itu puasa adalah alat yang utama untuk memerdekakan jiwa dari kebiasannya setiap hari, yang kelak menjadi tangga untuk melawan kebiasaan-kebiasaan yang lebih besar, sehingga terbuktilah pepatah “bukan untuk makan saja kita hidup”.[3]
Buya Hamka rahimahullah juga menyebutkan bahwa ada dua syahwat yang sangat mempengaruhi hidup, yaitu syahwat sex dan syahwat perut. Kalau keduanya ini tiada terkendali, bisalah kemanusiaan manusia jadi runtuh dan turun menjadi kebinatangan.[4]
Pada puasa kita diperintahkan untuk meninggalkan syahwat sex dan syahwat perut, keduanya dilatih dan diuji apakah ia patuh terhadap perintah atau malah membangkang, jika keduanya dapat dikendalikan insyaallah jiwa dan raga manusia dapat diatur dan mengikuti jalur yang telah ditetapkan Allah taala untuk hamba-Nya.
Al Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya : puasa berarti menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh dengan niat yang tulus karena Allah taala karena puasa mengandung penyucian, pembersihan dan penjernihan diri dari kebiasaan-kebiasaan jelek dan tercela.[5][6]
[1] Ibnul Qayyim/Zadul Maad/ Fhaslun Fi Hadyihi Shalallahu Alaihi Wasallam Fi Shiyyam/Al Maqshud Minas Shiyam Wa Fawaidhuhu.
[2] Dr. Abdul Aziz Bin Abdurrahman/Al Ibadat Wa Atsaruha Fi Tarbiytin Nafsil Inasiniyah/Ba’dhu Al Atsar At Tarbawiyah Lil I’badat Al Kubra/As Shiyam.
[3] Hamka/Dari Lembah Cita-Cita/Ibadah.
[4] Hamka/Tafsir Al Azhar/Albaqarah/Ayat 183.
[5] Tafsir Ibnu Katsir/Albaqarah/Ayat 183-84.
[6] Kitab Ini Judul Aslinya Adalah Lubabut Tafsir Min Ibni Katsir, maksudnya ia adalah Ringkasan Dari Tafsir Ibn Katsir
Komentar
Posting Komentar