Langsung ke konten utama

Hukum membaca salawat untuk para khalifah saat tarawih

 

Sebagian kaum muslimin membaca selawat untuk Nabi shalallahu alaihi wasallam kemudian diikuti untuk para khulafa ar rasyidin rhadiyallahu anhum dipimpin oleh seseorang yang mereka sebut dengan Bilal, di antara lafaznya seperti berikut ini:

اَلْخَلِيْفَةُ اْلاُوْلَى سَيِّدُنَا اَبُوْ بَكَرْ الصِّدِّيْقُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

اَلْخَلِيْفَةُ الثَّانِيَةُ سَيِّدُنَا عُمَرُ ابْنُ الْخَطَّابْ

اَلْخَلِيْفَةُ  الثَّالِثَةُ سَيِّدُنَا عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

لْخَلِيْفَةُ الرَّابِعَةُ سَيِّدُنَا عَلِيْ بِنْ اَبِيْ طَالِبْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

Semua ini tidak ada dasarnya dari Nabi shalallahu alaihi wasallam maupun dari para khalifah yang empat, karena jelas bahwa ini ada setelah mereka meninggal, ditambah kesalahan lafaz pada selawat ini, yaitu kata “alkhalifatul ula” yang benar menurut kaedah bahasa Arab adalah “al khalifatul awwal” karena khalifah muzakkar bukan muannas.


 

Ahmad Hassan rahimahullah memberikan jawaban tentang pertanyaan berikut :

Soal : apa hukum orang yang salat tarawih dan imam atau bilal membaca selawat Nabi shalallahu alaihi wasallam dengan sekuat-kuat suaranya tiga kali, serta membaca berbagai macam selawat, makmumpun juga membalas dengan suara yang keras pula.

Jawab : membaca selawat untuk Nabi shalallahu alaihi wasallam itu baik, tetapi barang baik itu bisa menjadi buruk jika dikerjakan tidak menurut kemestiannya dan diprkatekkan bukan di tempatnya. Baca selawat itu doa, padahal tidak boleh dibaca kecuali dengan perlahan, karena Allah berfirman "berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan dengan perlahan. Sesungguhnya Allah itu tidak suka kepada orang yang melampaui batas" (Qs. Al A'raf : 55)

Adapun selawat dan lain-lain yang dibaca oleh imam dan makmum di tiap-tiap selesai salam pada salat tarawih dengan nyaring atau perlahan itu tidak dikerjakan oleh Nabi shalallahu alaihi wasallam dan tidak pula oleh sahabatnya dan begitu juga imam yang empat serta ulama ahlul hadis, maka dari itu kami berani mengatakan perbuatan itu bidah.[1]

Kemudian jika ada yang mengatakan : kalau tidak begitu  masjid tidak meriah? Maka kita jawab : masjid dimeriahkan dengan salat, zikir, bacaan Alquran, semua ibadah itu harus sesuai tuntunan. Termasuk tidak beradab orang yang berteriak-teriak saat berdoa kepada Allah taala atau saat berzikir dan berselawat. Berteriak-teriak adalah kebiasaan orang pasar, kebiasaan orang terminal, sedangkan di masjid kita mesti tenang dan beribadah dengan suara yang yang dibenarkan. Untuk mereka yang berteriak membaca selawat kami kataka “agungkanlah Allah taala dengan sebenar pengangagungan dan hormatilah masjid, karena masjid tidak sama dengan pasar”



[1] A. Hassan/ Soal-Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama/ Shaum /Selawat Di Shalat Tarawieh.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wajib Diketahui Oleh Pecinta Sepak Bola...

Ada apa dengan kostum sepak bola? Sepak bola merupakan olah raga yang paling banyak penggemarnya, setiap penggemar memiliki klub dan pemain faforit. Terkadang semua aksesoris yang bertuliskan nama dan gambar klub atau pemain idolapun menjadi koleksi wajib bagi para pecinta sepak bola. Nah, bagaimana bila kita sebagai seorang muslim menjadi penggemar klub  atau pemain yang kafir kemudian membeli pernak-pernik yang berkaitan dengan mereka terutama kostum yang mengandung unsur atau lambang agama dan keyakinan mereka seperti lambang salib dan setan merah? Jika kita perhatikan terdapat beberapa kostum tim sepak bola yang mengandung unsur salib seperti Barcelona, AC Milan, Timnas Brazil, Timnas Portugal, Intermilan, sedangkan lambang setan terdapat pada  MU.  Meskipun begitu masih banyak kaum muslimin yang tidak memperdulikan hal ini khususnya Indonesia. Berbeda dengan dua Negara bagian Malaysia beberapa tahun yang lalu telah melarang hal ini. Dewan Keagamaan Johor d

Mengisi Ramadan dengan nasyid

  Dalam KBBI nasyid diartikan sebagai lagu yang mengandung unsur keislaman, sedangkan dalam kamus “ Lisanul Arab ” nasyid artinya menyanyikan syair. Dari dua pengertian ini dapat kita pahami bahwa nasyid adalah lagu atau nyanyian. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Hakim hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya bahwa nasyid yang sekarang itu adalah nyanyian, bukan seperti yang dibaca oleh para sahabat saat menggali parit atau saat perang, yang mereka baca adalah syair.     Kita sama-sama tahu bahwa membaca syair oleh orang arab memiliki cara tersendiri, jika dicari persamaannya di Indonesia maka membaca syair serupa dengan membaca pantun atau puisi. Apakah membaca puisi atau pantun sama dengan cara menyanyikan nasyid atau kasidah itu? Jawabnya jelas tidak sama. Lalu apa hukum menyanyikan nasyid? Syaikh Shaleh Al Fauzan hafizhahullah dalam sebuah video tanya jawab menyebutkan “kami tidak menemukan pensyariatannya, jika nasyid tersebut tidak disandarkan

Kita pasti berpisah, semoga esok kembali berkumpul

Dalam menjalani kehidupan ini terkadang kita harus pergi, pergi jauh dari kampung halaman. Banyak tujuan yang kita bawa, ada yang menuntut ilmu, ada yang mencari nafkah dan tujuan lainnya. Walau apapun tujuannya, ke manapun perginya, pasti ia merindui kampung halamannya, pasti ia merindukan orang-orang yang disayangi, ingin kembali berkumpul dengan keluarga, sebab di sana ada kebahagiaan. Keindahan dan kedamaian itu ada di kampung halaman, ketika hati gelisah maka pulanglah, ada orang tua di sana, ada sanak saudara, ada sawah yang berjenjang dilengkapi burung-burung yang berbondong, ada sungai  beserta suara gemerciknya dan bebukitan dengan pohong-pohon yang menghijau. Indah dan damai.   Kita pasti kembali   Ibnu Umar  rhadiyallahu anhuma   berkata bahwa Rasulullah  shalallahu alaihi wasallam   bersabda :   كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ، يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاء